BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kasus Tenaga Kerja Indonesia yang
bekerja di luar negeri adalah masalah aktual selalu sering diperbincangkan. Sepanjang tahun pemerintah
Indonesia harus
dipusingkan dengan permasalahan TKI. Selain itu, pemerintah juga bermasalah dengan negara-negara seperti Malaysia dan Singapura karena
kasus-kasus kekerasan yang diterima
oleh TKI. Namun tetap tidak ada
solusi dan kebijakan yang tepat sasaran dan mampu mengatasi permasalahan TKI ini.
Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menuai protes dari banyak kalangan
aktivis perempuan, akademisi dan pemerhati TKI.
Sehingga seolah kebijakan yang sudah ada mengambang begitu saja tanpa tindak
lanjut, sementara nasib para TKW semakin tragis dan terkesan dibiarkan.
Ada beberapa alasan mengapa saya mengambil judul penelitian ini. Pertama,
makin maraknya kasus kekerasan yang diterima oleh para TKI dan selalu menjadi
sorotan media. Kedua, belum adanya kebijakan pemerintah yang mampu untuk
melindungi para TKI yang bekerja di luar negeri.
B.
Identifikasi Masalah
Ada beberapa masalah yang terkait dengan masalah
perlindungan TKI, diantaranya adalah mengenai permasalahan kurangnya kebijakan
pemerintah dalam masalah penanganan kekerasan TKI, selain itu juga kurangnya
landasan hukum yang mengatur mengenai perlindungan TKI. Tidak hanya itu,
pemerintah juga terkesan lambat dan mengabaikan sejumlah kasus yang telah
menimpa para TKI tersebut.
C.
Pembatasan Masalah
Pada penelitian kali ini, saya akan memfokuskan
penelitian saya terhadap masalah kebijakan pemerintah terhadap penanganan dan
permasalahan kasus TKI, baik yang telah maupun yang masih dalam bentuk tahap
rancangan. Karena kebijakan ini merupakan hal yang vital dalam upaya
perlindungan terhadap para TKI
D. Perumusan
Masalah
Ada beberapa masalah yang akan saya bahas di penelitian ini, diantaranya:
a. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam menangani kasus
TKI ?
b. Adakan upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
dengan negara pengguna jasa Tenaga Kerja Indonesia terkait masalah perlindungan
para TKI tersebut selama bekerja di negaranya ?
E.
Definisi Operasional
Sesuai dengan judul yang penulis ambil yaitu: “Kebijakan Pemerintah Indonesia
Dalam Upaya Mengatasi dan Memberikan Perlindungan Terhadap TKI” terdapat
definisi operasional, yaitu :
-Tenaga Kerja Indonesia adalah tenaga kerja dari Indonesia yang bekerja
diluar negeri, yang biasanya dikaitkan dengan buruh.
F.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Suatu kegiatan yang dilakukan pada dasarnya memiliki
tujuan dan kegunaan tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui sejauh mana kebijakan pemerintah
Indonesia dalam memberi perlindungan terhadap TKI
b. Untuk mengetahui upaya-upaya yang ditempuh oleh pemerintah
Indonesia ntuk mengatasi kasus kekerasan terhadap TKI
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembahasan Teori
Pendekatan
yang dipakai untuk menganalisis masalah TKW dalam makalah ini adalah dengan system
blame approach. Kenapa dipilih melalui pendekatan ini karena memang ini
yang paling tepat untuk digunakan sebagai alat analisis. Ujung dari setiap
alasan pekerja Indonesia bekerja di luar negeri
adalah faktor ekonomi. Keluarga yang tak mampu lagi memberi nafkah. Ini tidak
termasuk dalam wilayah person, karena mereka menjadi miskin bukan karena mereka
malas bekerja atau karena budaya kemiskinan, tapi lebih karena mereka tidak
punya akses untuk mendapatkan peluang-peluang kerja.
Kesenjangan
sosial bisa jadi muncul sebagai akibat dari nilai-nilai budaya yang dianut oleh
kelompok orang itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai tertentu masyarakat yang
tidak terintegrasi dengan masyarakat luas, seperti apatis, cenderung menyerah
pada nasib, tidak mempunyai daya juang, dan tidak mempunyai orientasi kehidupan
masa depan. Bisa
dikatakan, bahwa kesenjangan sosial muncul bukan karena ketidak mampuan
seseorang untuk bekerja, tetapi karena ada hambatan-hambatan atau tekanan
struktural. Kesenjangan ini merupakan salah satu penyebab munculnya kemiskinan
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa penyebab miskinnya keluarga-keluarga di Indonesia adalah karena faktor kemiskinan
struktural. Sempitnya peluang mereka untuk mendapatkan akses kerja menyebabkan
perempuan dalam keluarga harus menerima resiko menjadi tulang punggung
keluarga. Sehingga merebaklah perempuan-perempuan yang membulatkan dirinya
untuk bekerja di luar negeri.
Padahal,
secara kualitas, mereka tidak mempunyai skill apapun, kecuali sebagai pekerja
kasar dan pembantu rumah tangga. Keterbatasan lapangan pekerjaan membuat arus
urban dan migrant semakin tinggi di Indonesia, karena di wilayah asal mereka
yaitu pedesaan, mereka tidak bisa mendapatkan nafkah lebih. Hal ini disebabkan
wilayah pertanian, hasilnya tidak bisa dinikmati secara langsung dan continue.
Harus menunggu dalam waktu lama untuk mereka bisa menikmati panennya.
Ditambah
lagi, masuknya teknologi pertanian ke pedesaan membuat para buruh tani
kehilangan mata pencaharian. Sehingga mau tidak mau mereka harus punya
pendapatan lain atau membebankan nafkah keluarga kepada anggota keluarga lain
yang sekiranya dianggap mampu. Ironisnya, perempuan justru menjadi penanggung
beban keluarga yang baru, prosentasenya mencapai angka 12, 73 % tahun 2001.
Kondisi
ini menyebabkan para perempuan membulatkan dirinya untuk bekerja ke luar
negeri. Karena mereka tidak mempunyai skill khusus, maka mayoritas para
perempuan ini hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Bagi mereka,
pekerjaan ini akan mendatangkan uang banyak dalam waktu singkat. Karena gaji
yang akan mereka terima lebih dari 2 juta rupiah per bulan. Melebihi gaji
seorang sarjana bahwa pegawai negeri sipil di Indonesia.
B.
Hasil Penelitian
Kondisi kerja yang buruk dan beragam kasus yang
diterima oleh para TKI di luar negeri pada dasarnya berakar pada kondisi dalam
negeri. Kondisi di dalam negeri ini bisa ditelusuri dari kebijakan dan sistem
migrasi tenaga kerja ke luar negeri. Kondisi kebijakan dan sistem migrasi
tenaga kerja yang dibuat oleh pemerintah Indonesia sendiri tidak mendukung bagi
terwujudnya perlindungan efektif bagi para TKI. Sebab, kebijakan dan sistem itu
lebih banyak mengatur soal bisnis penempatan tenaga kerja ke luar negeri .
Sejak semakin banyaknya tenaga kerja yang dikirim ke
luar negeri dan semakin banyak masalah
yang dihadapi semua pihak, baik para TKI itu sendiri, pemerintah, maupun pelaku
bisnis penempatan para TKI, sampai saat ini telah diabsahkan tak sedikit
lembar-lembar kebijakan publik yang mengamanatkan pengelolaan migrasi tenaga
kerja ke luar negeri. Kebijakan publik itu sesungguhnya diabsahkan untuk
mengatur urusan penempatan kerja lebih dari pada perlindungan para buruh itu
sendiri. Tengara yang paling dominan banyak diacu publik, baik pemerintah
sendiri, kalangan bisnis ekspor tenaga kerja maupun masyarakat, mengarah kepada
Undang-Undang No.39/2004 yang bertajuk ‘penempatan perlindungan tenaga kerja
Indonesia’ dan semua peraturan lain yang kemudian diterbitkan oleh pemerintah
untuk menjelaskan UU 39/2004 itu (meskipun masih banyak juga sisa pekerjaan
yang sifatnya krusial tapi belum diselesaikan). Undang-Undang inilah yang
kiranya merupakan titik putar utama dari kebijakan migrasi dari TKI.
Sejarah perlindungan hukum terhadap TKI dimulai ketika pada tahun
1969 pemerintah mengerluarkan kebijakan tentang penempatan TKI luar negeri yang
dilaksanakan oleh departemen perburuhan dengan dikeluarkannya PP No.4 Tahun
1970 tentang program Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar
Negara (AKAN) maka penempatan TKI di luar negeri mulai melibatkan pihak swasta. Dalam upaya perlindungan TKI pemerintah telah
membentuk Badan Koordinasi Penempatan TKI (BKPTKI) tanggal 16 April 1999
melalui Kepres No.29 tahun 1999. BPTKI terdiri dari 9 Instansi terkait. Pada tahun 2004 pemerintah telah menerbitkan UU
No.39 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, pasal 5 UU
meyatakan : Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi
penyelenggaraaan, penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
Dengan terbitnya UU No.39 pasal 5 tahun 2004, maka
penempatan TKI di luar negeri tidak saja dilakukan oleh swasta, tetapi juga
oleh pemerintah. Dengan demikian dari sisi pengurusan dan penempatan TKI luar
negeri semakin lancar dan baik. Hal ini membuat jumlah TKI yang bekerja di luar
negeri semakin banyak. Dalam
menangani kasus kekerasan terhadap TKI, Indonesia juga mengadakan
kerjasama-kerjasama dengan negara-negara yang mempekerjakan tenaga kerja
Indonesia, misalnya mengenai perjanjian TKI antara Indonesia dengan Saudi
Arabia dan Malaysia.
C.
Kerangka Pemikiran
Ada beberapa upaya dalam mengatasi masalah kurangnya
perlindungan terhadap para TKI yang bekerja di luar negeri diantaranya :
a.
Dari segi sumber
daya manusia (SDM) :
-Menciptakan SDM yang unggul dengan
memperbaiki faktor kesehatan sejakdari kandungan, anak-anak, remaja dan orang
dewasa.
-Menciptakan
lapangan kerja dengan menitikberatkan pada pengembanganpasar domestic, agar ada
alternative lain selain mencari pekerjaan keluar negeri.
b.
Dari segi
peraturan pemerintah :
- Undang-undang
Nomor 39 Tahun 2004 tentang PPTKLN perlu direvisi yang lebih berprespektif perlindungan.
- Bila
masih belum memungkinkan paling tidak peraturan pelaksananya agar dilengkapi untuk mendukung dan mempermudah
implementasi pelaksanaannya.
- Perlu
dirumuskan mekanisme yang jelas dan tegas dalam pengawasan perlindungan TKI.
- Menindak
tegas kepada pihak-pihak yang memeras/pungli terhadap TKI.
c.
Pra Penempatan
- Perlu
sosialisasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang PTPPO ke kantong-kantong TKI secara lebih intensif,
perlu melibatkanorganisasi perempuan hingga tingkat paling bawah, yang
lebihmengetahui keadaan lapangan dan dapat mendampingi sertasosialisasi hak-hak
TKI dan melibatkan badan PP dan KB di tingkatProvinsi/Kabupaten/Kotab.
- Pelanggaran
pada BLK PPTKIS, perlu dicari terobosan agar dapatmemperbanyak pengawas
ketenagakerjaan yang professional dankredibelc.
- Penguatan
jejaring melalui forum perlindungan TKI yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, dunia
usahamaupun elemen masyarakat.
- Penampungan
di PPTKIS, harus menyediakan tempat penampungan yang
lebih memadai dan manusiawi sesuai standar yang disyaratkanPermennaker Nomor
R-07/Men/IV/200.
- Perlu
dilakukan percepatan proses
dokumen untuk pemberangkatan di PPTKIS agar TKI tidak menunggu terlalu lama sehingga menumpuk di
penampungan.
- Asuransi
TKI, perlu dilakukan sosialisasi tentang hak TKI
perempuan tentang
asuransi, polis asuransi seharusnya bersifat personal bukan kolektif.
d. Penempatan
-Perlu dilakukan percepatan proses dokumen baik di
KBRI/KJRI agarTKI tidak menunggu terlalu lama sehingga menumpuk dipenampungan,
disamping itu perlu dipikirkan perluasan shelter sesuai
dengan daya tamping.
-Paspor sebaiknya disimpan di KBRI/KJRI, sedangkan
TKI diberikan identitas
(ID card) sebagai pengganti paspor, masalah paspor perlu dimasukkan dalam MOU dengan Negara tujuan
penempatan TKI.
-Perlu dibangun sekolah-sekolah berasrama
diperbatasan untuk menampung
anak-anak TKI, karena
dengan membangun sekolah diperbatasan lebih menguntungkan yaitu: anak didik
mendapatkan pelajaran
cinta tanah air, dan asetnya tetap milik Pemerintah Indonesia.
D.
Hipotesa
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat ditarik
hipotesa bahwa alasan utama para TKI ingin bekerja di luar negeri adalah faktor
kemiskinan. Kemiskinan sendiri merupakan produk dari akibat adanya kesenjangan
sosial dalam masyarakat. Maka karena itulah untuk memperoleh penghasilan yang
mencukupi mereka mencoba peruntungan dengan bekerja di luar negeri. Sementara
itu, pemerintah sendiri cenderung kurang tanggap mengenai keadaan para TKI di
luar negeri, meskipun pemerintah dapat dikatakan sudah berupaya maksimal namun
tetap saja sejumlah kasus-kasus kekerasan terhadap para TKI kerap bermunculan.
BAB III
PENUTUP
A. Rangkuman
Kasus kekerasan terhadap para Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) merupakan kasus yang sering diperbincangkan ditengah masyarakat. Hampir
sepanjang tahun, sejumlah permasalahan-permasalahan mengenai TKI terus
bermunculan. Namun, pemerintah nampaknya belum menunjukkan atau memperlihatkan
solusi yang pas untuk menyelesaikan masalah ini. Sejumlah permasalahan seperti
kurangnya bentuk hukum yang mengatur mengenai permsalahan TKI, dan pemerintah
sendiri terlihat tidak terlalu serius dalam hal ini. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah system blame approach.
B. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan faktor utama seseorang
untuk bekerja menjadi TKI diluar negeri. Terutama dengan diiming-imingi gaji
yang lumayan besar. Namun, hal ini kemudian menjadi sebuah permasalahan ketika
gaji para TKI tidak dibayarkan serta menerima perlakuan yang tidak sepantasnya.
Untuk itulah diperlukan peran pemerintah Indonesia dalam menangani kasus-kasus
tersebut. Selain itu juga, Indonesia juga telah menandatangani peraturan
mengenai ketenagakerjaan, diantaranya dengan Malaysia dan Saudi Arabia.
C. Saran
Selama beberapa tahun belakangan, kasus penganiayaan
terhadap TKI terus meningkat. Pemerintah Indonesia dinilai tidak berhasil
memberikan perlindungan terhadap para TKI yang bekerja di luar negeri. Oleh karena itu pemerintah, sebagai pengayom
masyarakat diharapkan mampu mempercepat tindakannya sebelum sejumlah
kasus-kasus cukup fatal terjadi. Selain itu, pemerintah juga harus memperbanyak
landasan hukum sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan TKI tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
2010.Atase Tenaga Kerja dan Perlindungan TKI.Jakarta: The Institute of
Ecosoc Right.
Wawa, Jannes Eudes.2005.Ironi Pahlawan Devisa. Jakarta: Kompas Group