1. Sejarah dan Perkembangan South
Pacific Forum (SPF)
Secara resmi organisasi ini dibentuk tahun 1971, namun pondasinya telah
diletakkan sejak tahun 1962 sampai tahun 1970, ketika para pemimpin masyarakat
Pasifik Selatan telah berusaha untuk mengurangi “sifat penjajahan” dalam SPC (South Pacific Commission). Dimana SPC
merupakan salah satu organisasi regional yang didirikan oleh negara-negara
berkas penjajah yang memiliki jajahan di Pasifik Selatan, dan SPC dapat
dikatakan sebagai pendorong dari lahirnya SPF.
Para pemimpin Pasifik Selatan sangat kecewa terhadap pihak kolonial yang
tidak menhizinkan mereka untuk mendiskusikan masalah-masalah politik yang
mereka alami di dalam SPC, sementara mereka juga tidak mempunyai kemampuan dan
kekuatan untuk mengubah aturan mengenai pelarangan tersebut. Kekecewaan
tersebut melahirkan sebuah organisasi ekonomi diantara negara/wilayah Pasific
Selatan yang berada di luar SPC dan menamakan dirinya sebagai Pacific Island Producers Secretariat (PIPS), yang kemudian mengubah namanya menjadi
Pacific Island Producers Association (PIPA).
Organisasi tersebut dipandang sebagai cikal bakal SPF.
Pada tahun 1960an, para pemimpin Pasifik Selatan begitu kecewa memandang
peranan SPC, yang tidak memberikan SPC, yang tidak memberikan peluang kepada
mereka untuk membicarakan peluang kepada mereka untuk membicarakan
masalah-masalah politik. Kekecewaan tersebut masih ditambah lagi dengan
kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam berhubungan dengan negara-negara
kolonial, sekalipun untuk mengembangkan perekonomian mereka. Pada akhir tahun
1964, sebuah delegasi Fiji dipimpin oleh Ratu Mara, yang berangkat ke Selendia
Baru untuk mengadakan negosiasi mengenai kuota dan harga bagi produksi pisang dari
Fiji, mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut mengilhami pimpinan delegasi
bahwa suatu kekuatan tawar (bargaining)
yang lebih luas diperlukan untuk menghadapi negara-negara kolonial. Oleh karena
itu, Fiji membangun kontak-kontak dengan Samoa Barat di awal tahun 1965, yang
menghasilkan kesepakatan pembentukan PIPS dan keanggotaannya segera meluas ke
Tonga.
Ketiga negara ini pertama kali bersidang di Samoa Barat pada bulan
September 1965, dengan dihadiri oleh delegasi Kepulauan Cook yang bertindak
sebagai Observer. Pada pertemuan kedua di Suva (Fiji), bulan Februari 1967,
diputuskan bahwa tugas-tugas sekretariat PIPS dialihkan dari Bagian Pemasaran,
Departemen Pertanian Samoa Barat, kepada Departemen Sumber Daya Alam Fiji, dan
belum membentuk suatu sekretariat tetap. Pada pertemuan ketiga di Nuku’alofa
(Tonga). 1968, ruang lingkup organisasi ini bertambah dengan keanggotaan Niue
dan Kepuauan Cook, yang menyatakan kesediaannya untuk berbagi beban pembiayaan
pembentukan sebuah sekretariat tetap.
Dengan keputusan untuk membentuk sebuah Sekretariat Tetap, organisasi
tersebut, mengubah namanya menjadi PIPA, dan fokus perdagangannya juga
diperluas dengan tidak hanya memasarkan pisang. Sekretariat Tetap ditempatkan
di Suva, karena merupakan pusat perdagangan di Pasific Selatan, dan juga karena
Fiji menyumbang lebih dari setengah anggaran organisasi tersebut. PIPA terus
mengembangkan anggotanya dengan menerima Kepulauan Gilbert dan Ellice di tahun
1971. Dalam perkembangan lebih lanjut, PIPA tidak hanya memperjuangkan
kepentingan importir buah-buahan, tetapi memperluas ke dalam promosi pemasaran
barang-barang kerajinan dan perikanan. Organisasi ini menekankan pentingnya
kualitas barang-barang dalam rangka mencari harga yang lebih baik dan
mempelajari perkembangan ekonomi dunia dalam rangka pemasaran barang-barang
produksinya. Secara politis, negara-negara anggota PIPA memiliki bargaining position yang cukup
berpengaruh dalam memperjuangkannya.
Suatu perkembangan menarik terjadi pada pertemuan PIPA ke-6 di bulan April
1971. Peristiwa inilah yang kemudian dipandang sebagai lahirnya gagasan
pembentukan SPF. Di sela-sela acara resmi, terjadi sebuah pertemuan informal
antara Ratu Mara dari Fiji, Pangeran Tu’ipelehake dari Tonga, Tamasese Lealofi
(Samoa Barat), dan Albert Henry (Kepulauan Cook). Pada mulanya keempat pemimpin
negara kepulauan itu membahas mengenai kegagalan negara/wilayah kepulauan dalam
sidang SPC tahun 1970. Dalam sidang Konferensi tahun 1970, negara-negara
kepulauan mengusulkan perubahan aturan SPC. Oleh karena itu, dalam pertemuan
informal diantara keempat pemimpin dari wilayah Polinesia tersebut terlontar
pemikiran mengenai perlunya suatu forum bagi negara-negara merdeka di Kepulauan
Pasifik. Gagasan ini dibawa oleh Ratu Mara kepada PM Selendia Baru, Keith
Holyoake, sambil meminta kesediaan Selendia Baru menjadi tuan rumah bagi
pertemuan negara-negara merdeka di Pasifik Selatan. Selendia Baru menyambut
baik gagasan ini, dan pada bulan Agustus 1971 para kepala negara/pemerintahan
di Pasifik Selatan, seperti Fiji, Tonga, Nauru, Samoa Barat, Kepulauan Cook,
dan Australia diundang ke Wellington, Selendia Baru untuk membentuk SPF.
Sementara itu, dengan semakin berkembangnya SPF, maka peranan PIPA menjadi
semakin surut. Pada tahun 1973, timbul pemikiran-pemikiran untuk menyatukan
langkah dan gerak perjuangan PIPA ke dalam SPF, sehingga di tahun 1974 PIPA
menyerahkan fungsinya dan melebur organisasinya ke dalam badan Biro Kerjasama
Ekonomi dari SPF, yaitu South Pacific
Bureu for Economic Co-operation (SPEC), yang dibentuk tahun 1972 dan sejak
tahun 1988 bernama Forum Secretariat
(FS).
Sejak didirikan pada tahun 1971, SPF mengalami perkembangan yang pesat.
Keanggotaannya meluas sehubungan dengan munculnya negara-negara baru merdeka di
kawasan tersebut. Selain ketujuh negara pendiri, negara lainnya seperti Niue,
PNG, Kiribati, Tuvalu, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu bergabung ke dalamnya
dalam dekade 1970an, terutama setelah mereka memperoleh status berpemerintahan
sendiri atau merdeka. Pada tahun 1987, FSM dan Kepulauan Marshall menjadi
anggota penuh organisasi tersebut, yang menjadikan organisasi ini
beranggotakan 15 negara Pasifik Selatan.
Sejak pertama kali dibentuk telah disepakati bahwa SPF merupakan forum tahunan
dari semua kepala negara dan kepala pemerintahan dari negara-negara merdeka dan
berpemerintahan sendiri di Pasific Selatan.
Cara bekerja SPF lebih mencerminkan norma-norma tradisi yang berlaku dalam
masyarakat kawasan Pasifik. Misalnya saja, sejak didirikannya tidak ada satupun
konstitusi tertulis atau perjanjian yang bersifat internasional yang mengatur
kegiatan-kegiatan SPF. Dan, tidak ada aturan main yang resmi yang menyangkut
maksud dan tujuan organisasi keanggotaan dan peraturan tata-tertib sidang.
Keputusan-keputusannya pun selalu ditetapkan dengan jalan musyawarah untuk
mencapai mufakat sedangkan penggunaan voting selalu dihindari. Meskipun
demikian, SPF selalu mengeluarkan komunike setiap akhir pertemuan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa SPF merupakan pengelompokan politik
diantara negara-negara merdeka di kawasan Pasifik Selatan. Pengelompokkan ini
sangat penting sebagai sarana untuk memperoleh “posisi tawar” yang kuat di
dalam berhubungan dengan negara-negara lainnya. Hal ini terutama ditujukan
untuk memperjuangkan kelemahan-kelemahan mereka dalam bidang ekonomi.
Permasalahan pembangunan ekonomi serta masalah-masalah yang berkaitan dengan
ekonomi menjadi topik utama dalam pembicaraan-pembicaraan diantara para
pemimpin negara-negara di kawasan tersebut. Hal ini tercermin dari komunike
bersama yang dikeluarkan setiap tahunnya, dimana sebagian besar butir
pernyataan komunike tersebut berkisar pada persoalan ekonomi. Selain itu,
organisasi-organisasi teknis yang dibentuk sebagai hasil kesepakatan diantara
para pemimpin negara Pasifik Selatan juga berkaitan dengan bidang-bidang
ekonomi seperti misalnya membentuk SPEC di tahun 1972, yang mentransformasikan
diri menjadi FS tahun 1988, Pacific Forum
Line (PEL), yang merupakan perusahaan transportasi regional pada tahun
1977, kemudian South Pacific Forum
Fisheries Agency (FIFA) pada tahun 1979, South Pacific Forum Regional Trade and Ecomomic Cooperation Agreement
(SPARTECA) pada tahun 1980. Dan pada tahun 2000 SPEC
berganti nama menjadi Pacific Islands Forum
Secretariat.
Pada tahun 2000 juga, SPF
kemudian berganti nama menjadi Pacific Island Forum. Hal ini menurut pengamatan
PBB lebih inklusif karena dapat mencakup dari wilayah utara dan selatan
Kepulauan Pasifik.
2. Permasalahan Regional Di Dalam SPF
Masalah utama yang mengandung perdebatan sejak awal pembentukan organisasi
ini adalah masalah keanggotaan. Sekitar satu tahun setelah terbentuknya SPF,
atas dukungan Australia, PNG bermaksud menjadi anggota Forum sebelum
dilaksanakan pertemuan SPF ke-3 di Suva, Fiji (1973). Padahal ketika itu PNG
belum memperoleh status otonomi internal sebagai satu langkah untuk mencapai
kemerdekaan. Pada bulan-bulan antara pertemuan ke-2 di Canberra dan ke-3, yang
akan dilangsungkan di Suva, terjadi perdebatan mengenai soal keanggotaan antara
Fiji dan PNG. PM Fiji Ratu Mara berpendapat bahwa sekalipun wilayah tersebut
sudah memperoleh status berpemerintahan sendiri, wilayah terebut belum berhak
menjadi anggota SPF. Karena, status tersebut belum menjamin sebagai tahap
terakhir dari perkembangan politik yang terjadi di PNG, sebagaimana status
berpemerintahan sendiri yang telah diperoleh negara Kepulauan Cook.
Tetapi satu bulan sebelum berlangsungnya pertemuan Forum di Suva, Ratu Mara
memperlunak posisinya dan menolak berita-berita yang mengatakan bahwa ia
menentang keanggotaan PNG di dalam SPF, dan akan berusaha menghalangi parsipasi
wilayah tersebut dalam badan-badan regional lainnya. Hal ini dapat dipandang
sebagai usaha untuk meredakan pertikaian antara Fiji dan PNG dalam rangka
keharmonisan regional dan dalam pertemuan di Suva negara-negara Forum
bersepakat bahwa pertikaian harus diselesaikan. Tanpa bermaksud untuk mengubah
status wilayah merdeka ataupun berpemerintahan sendiri sebagai basisi
keanggotaan, Forum berusaha mencari langkah yang tetap pada prinsip tersebut
tapi tanpa terus-menerus menempatkan PNG diluar aktivitas SPF sebagai invited observer. Ini berarti bahwa PNG
dapat berpartisipasi dalam diskusi forum sekalipun tanpa suara dan mencegah
tindakan yang memalukan bagi pemerintah Fiji, yang, menolak memberikan undangan
bagi Ketua Menteri PNG, Michael Somare, yang telah mengajukan permohonan agar
diundang.
Masalah lainnya yang terdapat di dalam SPF adalah masalah persaingan kelompok
Melanesia-Polinesia. Seperti diketahui bahwa negara pendiri SPF berpusat di
wilayah Polinesia, yaitu Fiji, Tonga dan Samoa Barat. Ketiga negara ini
sepanjang sejarahnya dikenal sebagai wilayah yang masyarakatnya bersifat elitis
bahkan sebelum adanya kontak dengan orang-orang Eropa. Sementara pertumbuhan
SPF cenderung untuk menggantikan inti dari kekuatan regional di Pasifik
Selatan, dari Polinesia kepada Melanesia. Kemerdekaan PNG (1975) dan Kepulauan
Solomon (1978) telah memberikan predominasi bagi populasi, kepentingan dan
sumber-sumber melanesia di dalam SPF. Perkembangan ini semakin nyata dengan
diterimanya Vanuatu sebagai anggota penuh SPF tahun 1980.
Sementara negara-negara Polinesia, sekalipun kecil dalam jumlah dan
kekuatan ekonominya dibanding negara-negara Melanesia, masih tetap memiliki
pengaruh yang cukup luas melalui banyaknya jumlah negara mereka. Melihat
perkembangan yang terjadi di dalam SPF, negara-negara Polinesia tidak
menghendaki posisinya berubah dari kelompok inti menjadi kelompok pinggiran,
sehingga mereka sangat enggan menerima pandangan ataupun penempatan posisi
tertentu dalam badan-badan SPF oleh orang-orang Melanesia. Hal ini mewarnai
pertemuan SPF di Niue pada tahun 1978, dalam kasus penggantian mantan Menteri
Keuangan Tonga, Mahe Tupouniua, sebagai Direktur SPEC.
Masalah lain yang masih mengganjal di dalam SPF adalah masalah perdagangan.
Sejak awal dibentuknya SPF tahun 1971, negara-negara kepulauan sangat prihatin
terhadap permasalahan perdagangan mereka. Sekalipun berbagai upaya telah
dilakukan, namun mereka belum berhasil meningkatkan volume perdagangan mereka.
Pda tahun 1980, berkat bantuan Australia dan Selendia Baru, negara-negara
kepulaun mengadakan perjanjian SPARTECA. Perjanjian yang mulai berlaku sejak
tanggal 1 Januari 1981, pada intinya memberikan akses masuk bagi barang-barang
dari negara kepulauan ke pasar-pasar Selendia Baru menjadi pintu gerbang bagi
produk-produk asal negara-negara kepulauan Pasifik Selatan.
Namun setelah perjanjian tersebut berlangsung sekitar 8 tahun, volume
perdagangan antar negara kepulaun Pasifik Selatan dengan Australia dan Selendia
Baru tetap tidak menunjukkan peningkatan. Secara garis besar, kecuali dengan
PNG, total perdagangan antara Australia dengan negara-negara SPF berkisar
kurang dari 1%, demikian pula perdagangan mereka dengan Selendia Baru. Oleh
karena itu, pada tahun 1987, Australia dan Selendia Baru, mengadakan
liberalisasi perdagangan, baik dengan cara menurunkan tarif, bebas kuota dan
lain-lain, bagi semua produk yang dihasilkan oleh negara-negara kepulauan di
kedua negara tersebut. Sementara untuk lebih menjamin pemasaran dan promosi
barang-barang dari Pasifik Selatan, Australia dan Selendia Baru mendanai
pembentukan South Pacific Trade Office
(SPTO), masing-masing di Sydney dan Auckland, pada 1988. Disamping itu, kedua
negara tersebut juga memberikan dana bagi promosi barang-barang produksi
negara-negara kepulauan melalui “Dana Pendukung Pemasaran (Marketing Support Fund).
Sekalipun demikian, sebagian besar negara-negara kepulauan terutama yang
kecil-kecil, tidak mampu meningkatkan volume ekspor mereka. Hanya Fiji dan
Nauru dapat memanfaatkan fasilitas perdagangan tersebut. Ekspor mereka ke
Australis dan Selendia Baru cukup meningkat selama terbentuknya SPARTECA. PNG
juga memiliki ekspor yang cukup berarti ke Australia karena alasan historis,
disamping keadaan ekonominya dapat dikatakan paling kaya di kawasan tersebut.
Lebih dari itu PNG dan Australia telah memiliki perjanjian perdagangan yang
disebut dengan “ Papua New Guinea-Australia Commercial and Trade Relations
Agreement (PACTRA), yang dibuat sejak 1 Februari 1977. Ekspor Nauru seluruhnya
berupa fosfat dan ekspor Fiji didominasi oleh emas. Ekspor Fiji menunjukkan
kenaikkan yang cukup berarti semenjak 1980. Ekspornya ke Australia mengalami
penurunan tahun 1987 dan ke Selendia Baru pada tahun 1988, karena pengaruh
kudeta militer yang terjadi tahun 1987.
Bila ditilik dari
kurang berhasilnya peningkatan perdagangan di kawasan pasifik, lebih banyak
dipengaruhi oleh kendala-kendala internal yang dimiliki oleh negara-negara
tersebut. Ciri-ciri geografis, nampaknya merupakan penyebab utama mengapa
mereka tidak dapat memperoleh manfaat secara maksimal dari perjanjian SPARTECA,
walaupun Australia dan Selendia Baru, dan bahkan dengan produk-produk
negara-negara Asia, yang dipasarkan di Australia dan Selendia Baru.
Kelemahan lainnya adalah
lambannya pembangunan di bidang infrastrukur. Untuk meningkatkan ekspor yang
dapat bersaing di dunia internasional tentunya diperlukan sarana-sarana
telekomunikasi yang mutakhir dan dalam kaitan ini negara-negara kepulauan masih
belum mampu. Sementara, keterbatasan tenaga terampil di bidang pemasaran luar
negeri juga merupakan salah satu kendala yang dimiliki oleh negara-negara
tersebut. Di negara-negara kecil, yang masih baru ini, masalah semacam ini
adalah normal dan mereka menyadari hal itu, serta berniat untuk memperbaikinya.
Oleh karenanya, negara-negara kepulauan harus mengalokasikan sumber-sumber dana
untuk mengadakan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan untuk mendukung
industri-industri ekspor seperti pakaian jadi.
Dari pada itu masalah yang lebih
pokok sebenarnya terletak pada kurangnya modal yang dimiliki oleh negara
anggota SPF dalam meningkatkan ekspornya. Seluruh anggota SPF, kecuali Nauru
dan Fiji, sangat tergantung bantuan luar negeri khususnya berasal dari negara
tetangga didekatnya yakni Australia dan Selendia Baru. Terlebih lagi, sebagian
besar dana bantuan luar negeri tersebut dihabiskan untuk membiayai anggaran
belanja pemerintah di negara masing-masing.
Sekalipun belum berhasil dalam
bidang perdaganan internasional, namun negara-negara Pasifik Selatan telah
memperoleh berbagai manfaat dari kerjasama itu. Antara lain, misalnya mereka
dapat memanfaatkan pendidikan dan peatihan di bidang perdagangan, promosi
perdagangan, job training, dan lain
sebagainya yang dikembangkan dalam kerjasama tersebut.
3. Peran South Pacific Forum Dalam Bidang Ekonomi
Program SPF dalam bidang ekonomi bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan pembangunan berkelanjutan di kawasan Oceania. Sebagai
respon terhadap kapasitas nasional
yang terbatas dan suatu lingkungan internasional yang semakin kompleks, fokus
dariprogram adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai tantangan yang
dihadapi kawasan inidan menggunakan keahlian untuk membantu Anggota dalam
pengembangan intervensi nasional, sub-regional dan regional. Program ini membantu
negara-negara anggota untuk meningkatkan lingkungan investasi mereka, meningkatkan daya saing usaha kecil, mikro dan menengah dan
mendorong alirankeuangan untuk bisnis baru dan yang sudah ada. Program ini juga
memberikan kebijakan dandukungan teknis yang bertujuan untuk meningkatkan
kemitraan publik dan swasta melalui kerjasama dengan organisasi-organisasi sektor swasta dalam pembangunan
ekonomi, perdagangan dan
investasi.
Beberapa
Program Ekonomi yang dilaksanakan SPF adalah Economic Reform and infrastructure, dan Pacific Islands Trade and
Invest. Economic Reform and
infrastructure bekerja
memberikan nasihat tentang kebijakan ekonomi dan pembangunan dengan maksud untuk menggabungkan prinsip-prinsip tata
kelola ekonomi yang sehat ke
dalam praktek sehari-hari di negara-negara anggota. The
Programme services the annual meetings of Forum Economic Ministers (FEMM) yang mendukung pengejaran tata kelola ekonomi yang baik dengan memberikan kesempatan tahunan bagi negara-negara
anggota untuk mengembangkan kerangka kerja yang sesuai kebijakan ekonomi,
dan berbagi pengalaman antarnegara.
Pacific Islands Trade and Invest bertujuan untuk memberikan fasilitasi ekspor berkualitas tinggi, investasi dan promosi pariwisata untuk kawasan. Sebagai bagian dari SPF sekretariat, program ini fokus kepada pengembangan usaha ekspor dan promosi internasional untuk
negara-negara anggota, dan memberikan dukungan
untuk eksportir di negara-negara kepulauan pasifik. Program ini dijalankan oleh The Pacific
Trade and Investment Commission.
Pacific Islands Trade and Invest memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi berkelanjutan negara-negara Kepulauan Pasifik dengan menciptakan peluang bagi
eksportir, investor dan stakeholder.
Pacific Islands Trade and Invest bekerja
dengan eksportir untuk mempromosikan produk dan layanan mereka dan menarik investasi untuk bisnis Kepulauan Pasifik. Berikut merupakan hal-hal yang dilakukan oleh Pacific Islands Trade and Invest :
·
Mengembangkan bisnis kapable
ekspor
·
Mempromosikan dan
menghubungkan bisnis ready ekspor
·
Menghubungkan eksportir dengan
pembeli internasional
·
Memfasilitasi pemasaran produk
dan jasa pariwisata antar pulau Pasifik
·
Memperkenalkan calon investor
untuk pulau-pulau Pasifik
·
Memberikan dukungan promosi,
jaringan dan keahlian teknis
·
Memfasilitasi pemahaman
bersama antara pasar
Selain itu SPF juga banyak melakukan kerjasama-kerjasama, baik kerjasama
regional maupun kerjasama dengan negara-negara diluar Pasifik Selatan, seperti
negara-negara ASEAN maupun negara-negara lainnya.
Kesimpulan
South Pacific Forum atau sekarang
telah berubah menjadi Pacific Island Forum merupakan satu-satunya organisasi
regional yang berada di kawasan Pasifik Selatan. Organisasi ini didirikan
sebagai salah satu sarana bagi negara-negara di kawasan Kepulauan Pasifik untuk
betemu dan berkumpul untuk mendiskusikan permasalahan-permasalahan yang ada di
Pasifik Selatan. SPF banyak memberikan konribusi besar bagi negara-negara
tersebut terutama dalam bidang ekonomi. Dengan dibentuknya SPF negara-negara
anggota sangat terbantu terutama dalam hal perdagangan. Negara-negara anggota
dapat saling melakukan kerjasama ekonomi satu sama lain, selain itu melalui
SPF, mereka juga dapat melakukan kerjasama dengan negara-negara di luar Pasifik
Selatan, misalnya saja dengan negara-negara ASEAN. Hal ini kemudian dapat
meningkatkan perekonomian di negara-negara Kepulauan Pasifik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar