Selasa, 13 November 2012

PENGARUH FILSAFAT POLITIK CINA TERHADAP NEGARA


Pendahuluan
          Dalam mempelajari fisafat politik Cina, tidak hanya dibahas mengenai sejarah dan perkembangannya saja, namun juga membahas mengenai pengaruh filsafat-filsafat ataupun paham-paham yang berkembang terhadap tatanan pemerintahan Cina. Berikut akan dibahas mengenai pengaruh filsafat-filsafat tersebut terhadap perkembangan tatanan pemerintahan Cina.   

Otoriterisme Hsun Tzu
Hsun Tzu merupakan salah satu filsuf China yang lahir di Negara Chao sekitar tahun 300 SM. Ia merupakan seorang penganut Confusianisme selama hidupnya. Salah-satu buah pikir kontroversial ialah ketika secara tegas Hsun Tzu menyatakan, kodrat manusia adalah buruk. Manusia lahir dengan kesukaan akan keuntungan. Jika seseorang mengikuti kecenderungan-kecenderungan kodratinya, maka ia tidak tidak akan mendahulukan kepentingan orang lain, jika ia mendahulukan kepentingan orang lain maka ia mengabaikan kecenderungan-kecenderungan kodratinya. Manusia akan menjadi baik hanya bila melalui latihan yang diperolehnya Ia menyangkal argumen Mencius yang mengatakan bahwa kodrat manusia adalah baik. Hsun Tzu juga mengatakan bahwa Mencius tak paham apa itu kodrat manusia. Mencius tak mampu membedakan secara lihai antara kodrat asli dengan watak yang diperoleh kemudian. Kodrat manusia adalah apa yang telah dikarunikan Tuhan sejak lahir. Ini tak dapat diupayakan, ataupun dipelajari.
Menurut Hsun Zhu, manusia bukan hanya buruk menurut kodratnya pada waktu ia dilahirkan tetapi semua manusia itu kodratnya sama. Setiap orang mengawali hidupnya dengan kecakapan, pengetahuan serta kemampuan yang sama. Ia juga menyatakan bahwa orang yang paling awam di dunia dapat menjadi bijaksana dengan jalan mengamalkan kebaikan.
Mengenai segi pemerintahan, Hsun Zu mempunyai kesamaan terhadap Confusius. Ia menyetujui adanya  pembagian kelas masyarakat. Pembagian ini bertujuan untuk menjaga negara dari kekacauan. Bagi Hsun Tzu, jika semua orang berada pada kekuasaan yang sama, maka sama halnya tak ada kekuasaan/pemerintahan.
Totaliterisme Penganut Legalisme
          Filsafat Legalisme merupakan filsafat kontrarevolusi yang berupaya mempertahankan kekuasaan saat penguasa berusaha untuk mempertahankan kekuasaannya terhadap tuntutan yang menyatakan bahwa pemerintah adalah untuk rakyat bukan penguasa dan pemerintahan yang tidak dapat memuaskan kepentingan rakyat adalah pemerintahan yang terkutuk. Penganut Legalisme mendukung pemerintahan yang terpusat kuat, yang dalam menjalankan fungsinya menggunakan aturan-aturan hukum yang tetap dan mutlak serta ancaman hukum yang kuat. Para penganut Legalisme biasanya adalah pejabat-pejabat yang benar-benar memegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan.
          Istilah yang paling tepat untuk menggambarkan kaum Legalisme adalah “penganut tataliterisme”, karena mereka menganjurkan bahwa setiap orang harus dipaksa untuk hidup, bekerja, berpikir dan atas permintaan penguasa mati sepenuhnya untuk negara, tanpa memperhatikan keinginan serta kesejahteraan seseorang.
          Banyak perbedaan yang terdapat antara paham Legalisme dengan paham Confusius. Penganut paham Legalisme yang menamakan dirinya sebagai kaum modern yang mengupayakan pembaharuan menganggap bahwa ajaran Confusius telah ketinggalan zaman yang berpegang teguh pada teori-teori lama dan tidak menyukai modernisasi.
          Meskipun para penganut Legalisme  secara terang-terangan mengecam dan merendahkan Confusianisme, namun keduanya memiliki sejumlah persamaan. Penganut Legalisme juga menghormati Confusius. Sehingga dalam sejumlah buku Legalisme menyatakan bahwa Confusius beralih kepada paham Legalisme dan ucapan-ucapan Legalisme berasal dari Confusius yang kemudian banyak kisah-kisah mengenai legalisme dalam ajaran Confusius.
          Menururt teori Legalisme, ada tiga hal yang harus digunakan oleh penguasa agar dapat memerintah dengan baik dan benar. Pertama ialah shih, yang berate kekuasaan atau kedudukan, Kedua adalah shu, yakni metode-metode. Dan ketiga adalah Fa yang berarti hukum. Dapat disimpulkan juga bahwa kebajikan dan kebijaksanaan tidak bersifat menentukan disbanding kekuasaan serta kedudukan.
Penganut Eklektisisme Pada Masa Dinasti han
          Sejak Dinasti Han berdiri, keadaan mengenai kefilsafatan mengalami perubahan. Mereka yang mempelajari ajaran Legalisme, tidak diizinkan untuk memperoleh jabatan di pemerintahan. Sistem ujian Negara dikembangkan berdasarkan kitab klasik Confusianisme. Pada masa Dinasti Han inilah Confusianisme mengalami kejayaan. Menurut para ahli hal ini dapat dikarenakan keadaan politik serta ekonomi yang menimbulkan dampak tak terelakkan seperti yang telah diramalkan.
          Tetapi paham Legalistik pada masa itu sama sekali belum mati. Meskipun Confusianisme mempunyai keyakinan kuat bahwa mereka akan memegang jabatan dalam pemerintahan, namun mereka sering disibukkan dengan persoalan-persoalan yang menyangkut adat-kepercayaan, metafisika serta kepustkaan untuk menghadapi masalah duniawi yang masalah rumah tangga kerajaan yang menurut mereka ini tidak layak bagi orang baik-baik. Tetapi Dinasti Hantidak mamiliki keterampilan seperti itu, maka Dinasti terpaksa mempekerjakan mereka yang mengerti paham Lagalisme.
          Sikap Eklektik yang dimiliki oleh penganut Confusianisme tidak sedikit. Pada dasarnya sangat sulit untuk menemukan mereka yang merupakan seorang penganut Confusianisme murni pada masa Dinasti Han. Banyak kitab-kitab klasik Confusinisme yang juga memuat teori-teori yang bercorak Legalisme dan Taoisme. Begitu pula dengan bagian-bagiannya yang banyak tidak sesuai dengan ajaran murni Confusius.
Budhisme danNeo-Confusianisme
          Budhisme yang berasal dari India mulai berkembang di Cina pada sekitar awal masehi. Hal ini memiliki arti sendiri bagi bangsa Cina sebab memiliki sebuah pandangan hidup baru. Ada sebagian dari mereka yang mereka yang menerima kedatangan Budhisme namun tak sedikit juga yang menolak ajaran tersebut. Seluruh cara berpikir bangsa Cina secara berangsur-angsur akan berubah. Bangsa Cina telah dikuasai oleh Budhisme selama kurang lebih seribu tahun. Pandangan Budhisme mengenai dunia tidak hanya berbeda dengan dengan paham bangsa Cina, namun juga bagi kebanyakan orang.
          Dalam filsafat Cina, Taoisme dan Budha saling berhubungan satu sama lain. Banyak istilah Taoisme yang dipakai di dalam penerjemahan kitab-kitab Budha, bahkan ada orang yang mempelajari keduanya secara bersamaan.
          Meskipun Budhisme di Cina telah dikenal selama berabad-abad, namun tampaknya hal ini tidak begitu berpengaruh di kalangan sarjana Cina. Di dalam kepustakaan Cina, Budhisme jarang ditemui di dalam karya-karya klasik. Namun, Budhisme juga mengalami perkembangan yang pesat di Cina. Banyak bermunculan kuil-kuil Budha di Cina.
          Untuk mengimbangi perkembangan Budha, maka lahirlah sebuah paham baru yang dinamakan Neo-Confusianisme. Neo-Confusianisme berupaya untuk menunjukann bahwa Confusianisme dapat memberikan apa saja yang diinginkan dan apa yang dapat diberi oleh Budhisme, bahkan lebih dari itu.  Penganut Neo-Confusianisme bahkan mengatakan bahwa kekuasaan kitab-kitab suci tidak mutlak penting. Tetapi pada umumnya ternyata ada kemungkinan untuk menyisipkan apa saja yang diperlukan dalam ucapan-ucapan Confusius dengan jalan agak rinci.  Para penganut Neo-Confusianisme secara khusus mendasarkan diri pada Mencius dan pada karya-karya yng menggambarkan pemikirannya.
Kesimpulan
          Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat-filsafat yang berkembang di Cina semenjak beribu-ribu tahun yang lalu telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan pemerintahan di Cina. Tercatat bahwa filsuf-filsuf zaman dahulu beserta ajaran-ajaran yang dibawanya seperti Confusius, Mo Tzu, Lao Tzu hingga Hsun Tzu sangat berpengaruh terhadap tatanan dan pandangan hidup bangsa Cina. Bahkan beberapa dari ajaran tersebut menjadi dasar pemikiran bangsa Cina hingga sekarang.
Sumber Referensi
Creel, H.G, Alam Pikiran Cina, PT Tiara Wacana Yogya, 1989
Kebung, Konrad, Filsafat Berpikir Orang Timur (Indonesia, Cina dan India), Prestasi Pustaka Jakarta, 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar