Selasa, 13 November 2012

KAJIAN FIQH SIYASAH DAN PERKEMBANGANNYA


Pendahuluan
Fiqh siyasah atau politik islam didasarkan pada kepada tiga prinsip, yaitu tauhid, risalah dan khalifah. Politik Islam tidak secara teknis dibahas dalam Al-Qur’an karena Al-Qur’an ditunjukan untuk semua manusia yang lintas ras, etnis, waktu dan tempat. Sehingga dengan hanya mengemukakan norma-norma dan prinsip politik umat Islam mampu menerjemahkannya di setiap waktu, tempat dan kebutuhan yang berkembang. Namun walaupun dalam Islam terdapat peluang untuk  berpolitik secara luas dalam kekuasaan harus tunduk kepada hukum dan aturan Allah, artinya Allah adalah penguasa terhadap segala sesuatu dialam semesta ini. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai kajian fiqh siyasah serta bagaimana perkembangannya, berikut akan dijelaskan secara ringkas.
Kajian Fiqh Siyasah
Kata fiqh berasal dari faqaha-yafqahu-fiqhan. Secara bahasa pengertian fiqh adalah “paham yang mendalam”.Sedangkan menurut istilah fiqh adalah “ ilmu atau pemahaman tentang hukum-hukum syari’at yang bersifat amaliyah, yang digali dari dalil-dalilnya yang rinci (tafsili).” Fiqh disebut juga sebagai hukum Islam. Karena fiqh bersifat ijtihadiyah, pemahaman terhadap hukum syara’ tersebut pun mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perubahan dan perkembangan situasi dan kondisi manusia itu sendiri.
Kata “siyasah” yang berasal dari kata sasa, berarti mengatur, mengurus dan memerintah atau pemerintahan, politik dan pembuatan kebijaksanaan. Pengertian kebahasaan ini mengisyaratkan bahwa tujuan siyasah adalah mengatur, mengurus dan membuat kebijaksanaan atas segala sesuatu yang bersifat politis untuk mencapai sesuatu.
Jadi secara keseluruhan, fiqh siyasah merupakan salah satu aspek hukum Islam yang membicarakan pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia dalam bernegara demi mencapai kemaslahatan bagi manusia itu sendiri. Dalam fiqh siyasah ini ulama mujtahid menggali sumber-sumber hukum Islam, baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Sunnah untuk mengeluarkan hukum-hukum yang terkandung didalamnya dalam hubungannya dengan kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Sebagai ilmu kenegaraan fiqh siyasah antara lain membicarakan tentang siapa sumber kekuasaan siapa pelaksana kekuasaan, apa dasar dan bagaimana cara-cara pelaksana kekuasaan menjalankan kekuasaan yang diberikan kepadanya dan kepada siapa pelaksana kekuasaan mempertanggungjawabkan kekuasaannya.
Kedudukan Fiqh Siyasah Dalam Sistematika Hukum Islam
Fiqh siyasah memegang peranan dan kedudukan penting dalam penerapan dan aktualisasi hukum islam secara keseluruhan. Dalam fiqh siyasah diatur bagaimana sebuah ketentuan sebuah hukum Islam bisa berlaku secara efektif dalam masyarakat Islam. Tanpa keberadaan negara dan pemerintahan, ketentuan-ketentuan hukum Islam akan sulit sekali terjamin keberlakuannya. Tapi untuk kemasyarakatan yang kompleks, umat Islam membutuhkan fiqh siyasah.
Dalam fiqh siyasah pemerintah bisa menetapkan suatu hukum yang secara tegas tidak diatur oleh nash, tetapi berdasarkan kemaslahatan dibutuhkan oleh manusia. Untuk kasus Indonesia, misalnya keluarnya UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama dapat diakatakan sebagai bagian dari siyasah syari’ah pemerintah Indonesia. Dengan undang-undang tersebut, umat Islam diberikan fasilitas dan kesempatan untuk mengembangkan institusi keagamaan mereka dalam rangka pelaksanaan dan penerapan hukum Islam itu sendiri. Disamping itu kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dengan berdirinya Bank Mu’amalat Indonesia juga merupakan bagian dari praktik fiqh siyasah yang bertujuan untuk mengangkat taraf kehidupan umat Islam menjadi lebih baik.
Ruang Lingkup dan Sumber Kajian Fiqh Siyasah
a.     Ruang Lingkup Fiqh Siyasah
Secara sederhana, pembagian ruang lingkup fiqh siyasah dapat dibagi menjadi tiga bagian pokok. Pertama, politik perundang-undangan (al-siyasah al-dusturiyah). Bagian ini meliputi tentang penetapan hukum (tasyri’iyah) oleh lembaga legislative, peradilan (qadha’iyah) oleh lembaga yudikatif dan administrasi pemerintahan (idariyah) oleh birokrasi atau eksekutif.

Kedua politik luar negeri (al-siyasah al-kharijiyah). Bagian ini mencakup hubungan keperdataan antara warga negara muslim dengan warga negara non-muslim yang bebeda kebangsaan atau disebut juga dengan hubungan internasional. Ketiga, politik keungan dan moneter (al-siyasah al-maliyah). Permasalahan yang termasuk dalam siyasah maliyah ini adalah sumber-sumber keuangan negara, pos-pos pengeluaran dan belanja negara, perbankan internasional, kepentingan/hak-hak public, pajak dan perbankan.

b.     Sumber Kajian Fiqh Siyasah
Dr. Fathiyah al-Nabrawi membagi sumber-sumber fiqh siyasah menjadi tiga bagian yaitu Al-Qur’an dan sunnah, sumber tertulis lainnya selain Al-Qur’an dan sunnah serta sumber-sumber yang berupa peninggalan kaum muslimin terdahulu. Selain itu, Ahmad Sukardja mengungkapkan sumber kajian fiqh siyasah berasal dari manusia itu sendiri dan lingkungannya, seperti pandangan para pakar politik, “urf atau kebiasaan masyarakat yang bersangkutan, adat istiadat setempat, pengalaman masa lalu dan aturan-aturan yang pernah dibuat sebelumnya.

Perkembangan Kajian Fiqh Siyasah
Dalam sejarah Islam, siyasah telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad setelah beliau berada di Madinnah. Di sini Nabi menjalankan dua fungsi sekaligus, sebagai rasul utusan Allah dan sebagai kepala negara Madinnah. Perkembangan kajian fiqh siyasah secara sederhana dapat dibagi ke dalam periode klasik yang berlangsung hingga 1258 M, periode pertengahn yang berakhir pada abad 19 dan periode modern hingga sekarang.
a.     Periode Klasik
Ciri yang menandai perkembangan ini adalah kemapanan yang terjadi di dunia Islam. Secara politik, Islam memegang kekuasaan dan pengaruhnya di pentas Internasional. Pada periode ini terdapat dua dinasti yaitu Bani Umaiyah (661-750 M) dan bani Abbas (750-1258). Pada masa kekuasaan Bani Umaiyah, kajian fiqh siyasah masih belum muncul. Bani Umaiyah lebih mengarahkan kebijaksanaan politiknya pada pengembangan wilayah kekuasaan. Pada masa daulat Bani Abbas barulah kajian fiqh siyasah ini mulai dikembangkan. Namun demikian, kuatnya pengaruh negara membuat kajian yang dikembangkan oleh para ulama cenderung mendukung kekuasaan. Inilah yang terjadi di kalangan ulama Sunni pada umumnya.
Pada periode klasik ini pada umumnya diwarnai oleh kepentingan-kepentingan golongan. Dalam hal ini, kelompok Sunni masih mendominasi percaturan politik ketika itu dan para pemikir politiknya mengembangkan doktrin-doktrin mereka di bawah patronase kekuasaan. Sejalan dengan meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan transfer ilmu asing (terutama Yunani Kuno) ke dalam Islam, gagasan-gagasan politik pada abad klasik ini juga ditandai dengan pengaruh-pengaruh asing.
b.     Periode Pertengahan
Periode pertengahan ditandai dengan hancurnya kerajaan Abbasiyah pada 1258 M di tangan  tentara Mongol. Pada masa itu kekuatan politik Islam mengalami kemunduran. Karena itu, kecenderungan pemikiran politik Islam juga mengalami perubahan. Tokoh yang mengalami langsung tragedi penyerangan tentara Mongol ke Baghdad adalah Ibn Taimiyah (1263-1328). Pengalaman pahit ini kemudian membekas dalam kepribadian Ibn Taimiyah dan mempengaruhi pemikiran politiknya. Kajiannya tentang fiqh siyasah ini tertuang antara lain dalam kitab Al-Siyasah al-Syari’ah fi Ishlah al-Ra’iyah, Majmu’ al-Fatawa dan Minhaj al-Sunnah.
Pemikir politik lainnya yaitu Ibn khaldun (1332-1406) yang pandangan politiknya antara lain tertuang dalam Muqaddimah. Diantara tesisnya yang berbeda dengan pemikir Sunni lainnya adalah interpretasinya yang kontekstual terhadap hadist Nabi yang mensyaratkan suku Quraisy sebagai kepala negara. Ia menganggap hadis ini bersifat kondisional karena suku apa saja bisa memegang posisi puncak pemerintahan Islam selama ia mempunyai kecakapan dan kemampuan.
c.     Periode Modern
Periode modern ditandai dengan semakin lemahnya dunia Islam di bawah penjajahan bangsa-bangsa Barat. Hampir seluruh negeri muslim berada di bawah imperialism dan kolonialisme Barat. Di samping menjajah dunia Islam, Barat ternyata mencoba mengembangkan gagasan-gagasan politik dan kebudayaan mereka yang, tentu saja tidak terlepas dari pengaruh sekularisme, ke tengah-tengah umat Islam. Di sisi lain umat Islam sendiri tidak mampu menyaingi keunggulan Barat dalam bidang teknologi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan organisasi.
Dalam lapangan politik, sikap pertama melahirkan aliran yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk politik dan kenegaraan. Mereka merujuk kepada teladan Nabi Muhammad mendirikan negara dan al-Khulafa’ al-Rasydun. Sikap kedua melahirkan aliran yang berpandangan bahwa Islam hanya melahirkan seperangkat tata nilai dalam kehidupan politik kenegaraan umat Islam. Sedangkan sikap ketiga melahirkan aliran sekulerisme yang memisahkan kehidupan politik dari agama. Pemikiran inilah yang selanjutnya berkembang hingga masa kontemporer.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fiqh siyasah merupakan salah satu aspek hukum Islam yang membicarakan mengenai pengaturan kehidupan manusia dalam berbangsa dan bernegara. Fiqg siyasah memiliki kedudukan yang penting karena ia mengatur bagaimana hukum Islam bisa secara efektif berlaku dalam masyarakat Islam. Pada awal perkembangannya pemikiran politik Islam hanya merupakan respon spontan dari perkembangan yang terjadi, namu dalam perkembangan selanjutnya pemikiran politik mulai dikembangkan secara sistematis sehingga menjadi gagasan yang utuh. Perkembangan fiqh siyasah mengalami dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu masa klasik, pertengahn dan modern.
Daftar Pustaka
Iqbal, Muhammad.2007.Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam.Jakarta: Gaya Media Pratama
Awaluddin dan Basri.2010.Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum Untuk Pengembangan Kepribadian.Pekanbaru: Pusbangdik Universitas Riau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar