BAB I
PENGAJUAN
MASALAH
1.1 Latar
Belakang
Agreement on Agriculture (AoA) merupakan perjanjian
pertanian yang merupakan bagian dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang
mulai berlaku sejak 1 Januari 1995. Organisasi ini bertujuan agar setiap negara
mau menghapuskan tarif pertaniannya dan mau menghapus subsidi pertaniannya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut meratifikasi kesepakatan ini
melalui UU No. 7/1994. Keikutsertaan Indonesia dalam AoA pada dasarnya
bertujuan untuk menerapkan aturan AoA sehingga diharapkan akan mendorong
perdagangan, meningkatkan akses pasar, terjadinya efisiesi ekonomi serta
memperbaiki kesejahteraan konsumen.
1.2 Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, ada beberapa
permasalahan terkait dengan kesepakatan AoA, diantara adalah
1. Bagaimana sejarah awal terbentuknya Agreement on Agricultural ?
2. Negara mana saja yang telah meratifikasi kesepakatan
ini ?
3. Mengapa Indonesia meratifikasi Agreement onAgricultural ?
4. Apa yang diharapkan Indonesia melalui kesepakatan ini ?
5. Apa keuntungan yang diperoleh Indonesia melalui
kesepakatan dalam bidang ekonomi dan politik ?
6. Bagaimana
pengaruhnya terhadap perekonomian dan politik di Indonesia ?
1.3 Pembatasan
Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, saya akan
memfokuskan penelitian saya terhadap masalah mengapa Indonesia meratifikasi
perjanjian ini, harapan Indonesia melalui kesepakatan ini, keuntungan yang diperoleh Indonesia melalui Agreement on Agricultural dan pengaruhnya terhadap perekonomian dan politik di
Indonesia.
1.4 Perumusan
Masalah
1. Mengapa Indonesia meratifikasi kesepakatan Agreement
on Agricultural ?
2. Apa yang diharapkan Indonesia melalui kesepakatan ini
?
3. Apa keuntungan yang diperoleh Indonesia terutama dalam
bidang ekonomi dan politik ?
4. Bagaimana
pengaruh perjanjian ini terhadap perekonomian dan politik di Indonesia ?
1.5 Definisi
Operasional
Sesuai dengan judul yang penulis ambil yaitu “KEUNTUNGAN INDONESIA MELALUI AGREEMENT ON
AGRICULTURE (AOA) DALAM BIDANG PERTANIAN”, terdapat sejumlah definisi operasional, yaitu:
-Kesepakatan (Agreement) merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh dua
pihak atau lebih dimana pihak-pihak tersebut harus mematuhinya.
-Keuntungan merupakan hasil yang diperoleh dalam sebuah kesepakatan dalam
dalam konteks yang positif
1.6 Kegunaan
Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap perkembangan ilmu-ilmu sosial terutama Ilmu Hubungan
Internasional selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi
bagi pihak-pihak yang memerlukan sumber referensi.
BAB II
KAJIAN
TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pembahasan Teori
Pada dasarnya,
perjanjian internasional dapat dikatakan sebagai sebuah perjanjian
yang dibuat di bawah hukum internasional
oleh beberapa pihak yang berupa negara
atau organisasi internasional. Perjanjian internasional dapat dikatakan sebagai wujud dari kerjasama internasional yaitu
negara-negara dalam melaksanakan hubungan atau kerjasamanya membuat perjanjian
internasional. Perjanjian
internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement. Bentuk
perjanjian internasional yang dilakuka antarbangsa maupun antarorganisasi
internasional ini tidak harus berbentuk tertulis. Dalam perjanjian
internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian tersebut. Dalam perjanjian
internasional terdapat istilah subjek dan obyek. Yang dimaksud subjek
perjanjian internasional adalah semua subjek hukum internasional, terutama
negara dan organisasi internasional. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek hukum
internasional adalah semua kepentingan yang menyangkut kehidupan masyarakat
internasional, terutama kepentingan ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
Berdasarkan tema penelitian yang saya ambil, yakni “Keuntungan
Indonesia Melalui Agreement on Agriculture (AoA) dalam Bidang Pertanian”, saya menggunakan perspektif liberalis
dimana perspektif ini lebih banyak membincangkan mengenai perjanjian atau
kesepakatan internasional. Selain itu perspektif ini juga membicarakan mengenai
keuntungan-kentungan yang diperoleh oleh negara-negara melalui perjanjian
internasional.
2.2 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan
teori diatas, penulis akan mencoba membahas mengenai alasan indonesia untuk
meratikasi dan menandatangani kesepakatan tersebut berdasarkan latar belakang
sejarah. Selain itu penulis juga akan membahas mengenai keuntungan-keuntungan
apa saja yang diperoleh Indonesia melalui kesepakatan tersebut.
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan
masalah yang penulis, dapat dihasilkan hipotesa awal yaitu:
1. Perjanjian
Pertanian (Agreement Agriculture) merupakan perjanjian dibawah naungan WTO
(World Trade Organization).
2. Pada dasarnya
Indonesia meratifikasi Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture) karena
merupakan negara anggota WTO agar tidak ketinggalan dengan negara-negara
lainnya.
3. Melalui
perjanjian ini Indonesia berharap dapat memperoleh keuntungan terutama dalam
bidang pertanian.
BAB III
HASIL
PENELITIAN
3.1
Variabel Yang
Diteliti
Dalam makalah
ini, variabel yang penulis teliti ialah mengenai keuntungan dan pengaruh
Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture) yang berada dibawah naungan WTO
(World Trade Organization) terhadap Indonesia yang ikut meratifikasi perjanjian
itu.
3.2
Deskripsi
Hasil Penelitian
Kebijakan nasional pembangunan pertanian
di suatu negara tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh eksternal dalam era
globalisasi dengan ciri keterbukaan ekonomi dan perdagangan yang lebih bebas.
Dengan demikian, akan sulit ditemukan adanya kebijakan nasional pembangunan
pertanian yang lepas dari pengaruh-pengaruh tersebut.
Demikian
pula halnya dengan Indonesia, dimana kebijakan nasional pembangunan
pertaniannya dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain: (a).
kesepakatan-kesepakatan internasional (seperti WTO, APEC dan AFTA); (b) kebijakan
perdagangan komoditas pertanian di negara-negara mitra perdagangan Indonesia;
(c) lembaga-lembaga internasional yang memberikan bantuan kepada Indonesia
terutama dalam masa krisis.
Sebagai
salah satu anggota WTO, berarti Indonesia bersedia membuka pasar domestiknya
bagi produk negara lain dan menerima segala konsekuensi perdagangan bebas. Sektor
pertanian adalah salah satu sektor yang masuk WTO, dengan disahkannya hasil
Putaran Uruguay (Uruguay Round) WTO sebagai rangkaian dari General Agreement on
Tariff and Trade (GATT) pada tanggal 15 Desember 1993. Perundingan di bidang
pertanian meliputi tiga pilar utama: a). subsidi/bantuan domestik (domestic
support), b). promosi/subsidi ekspor (export promotion/subsidy), c). akses
pasar (market access).
Salah satu bentuk kesepakatan WTO yang diikuti oleh
Indonesia adalah Agreement on Agriculture (AoA) yaitu perjanjian WTO untuk
produk pertanian. Pertanian
merupakan sektor utama bagi negara
berkembang di mana pembangunan
sangat bergantung pada sektor
ini. Sektor pertanian dipandang sangat penting dan sensitif bagi negara berkembang. Dengan masuknya
Indonesia ke dalam perjanjian pertanian (Agreement on Agriculture/AOA) pada
tahun 1995, telah melahirkan proses liberalisasi bidang pertanian secara
radikal. Kondisi ini di satu sisi dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk
berperan di pasar dunia, sekaligus juga merupakan tantangan bahkan ancaman jika
daya saing komoditas pertanian Indonesia masih rendah.
Indonesia memiliki kepentingan dalam Perjanjian
Pertanian ini sesuai dengan prinsip
politik luar negeri RI yang bebas dan aktif. Adapun kepentingan Indonesia dalam perundingan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Ketahanan
Pangan (Food Security)
Indonesia dan semua negara di dunia harus dapat
menjamin ketersediaan pangan bagi
rakyatnya, dalam pengertian bahwa rakyat harus dapat menjangkau dan memperoleh pangan yang secukup, aman
dan bermutu, secara berkelanjutan dan handal. Dalam hal ini menjaga
keberlangsungan produksi
pangan dalam negeri tidak hanya ditujukan untuk menyediakan pangan tetapi juga menjamin perolehan pendapat petani
dan keluarganya untuk
membeli pangan, termasuk sebagian pangan dari negara lain. Ketahanan pangan tidak hanya menyangkut pangan pokok semisal beras, tetapi juga sejumlah pangan lain semisal gula dan
merupakan masalah mendesak
jangka pendek sekaligus jangka panjang. Di samping itu, ketahanan pangan ini kemudian juga terkait dengan
usaha lain seperti pengembangan
industri pangan, food supply chain, dan sebagainya.
2) Penghapusan
Kemiskinan (Poverty Eradication)
Penghapusan kemiskinan merupakan tugas kemanusiaan
yang diakui oleh seluruh
dunia, terutama berbagai organisasi dan lembaga multilateral. Karena itu, setiap kebijakan pembangunan pertanian,
termasuk kebijakan produksi,
distribusi dan perdagangan, harus menjadi bagian dari upaya menghapus kemiskinan.
3) Keberlanjutan
(Sustainability)
Tekanan penduduk dan pemanfaatan sumber daya alam
(terutama tanah, air dan
udara) yang meningkat mengharuskan strategi pembangunan pertanian ditata secara baik agar mampu menjamin
keberlanjutan kegiatan pertanian
serta manfaatnya bagi manusia.
4) Pembangunan
Desa (Rural Development)
Banyak masalah yang berhubungan dengan ketahanan
pangan, kemiskinan di desa dan
di kota, dan keberlanjutan terkait dengan kondisi kemajuan wilayah pedesaan. Karena itu, pembangunan pertanian
tidak dapat dilepaskan dari pembangunan desa.
5) Kemajuan
Sosial Ekonomi (Social and Economic Progress)
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk berada di
pedesaan dan menggantungkan hidup pada pertanian, tidak mungkin
terjadi kemajuan sosial
ekonomi jika tidak tercapai kemajuan di bidang pertanian. Hal ini juga terkait dengan isu universal semisal demokrasi,
hak asasi manusia, keamanan
dan kedaulatan negara. Pembangunan pertanian memiliki kaitan erat dengan kemajuan sosial ekonomi masyarakat.
Pada permulaan
tahun 1970-an pemerintah Indonesia meluncurkan suatu program pembangunan
pertanian yang dikenal secara luas dengan program BIMAS (Bimbingam Massal).
Revolusi hijau atau program BIMAS meskipun memakan waktu yang relatif lama
yakni lebih kurang 20 tahun, telah berhasil mengubah sikap para petani,
khususnya para petani sub sektor pangan, dari “anti” teknologi ke sikap yang
mau memanfaatkan teknologi pertanian moderen seperti pupuk kimia, obat-obatan
perlindungan, dan bibit padi unggul.
Perubahan sikap petani sangat berpengaruh
terhadap kenaikan produktivitas sub-sektor pertanian pangan sehingga Indonesia
mampu mencapai swasembada
pangan. Revolusi Hijau mampu secara makro dapat meningkatkan
produktivitas sub-sektor pertanian pangan, namun pada tingkat mikro Revolusi
Hijau tersebut telah menimbulkan berbagai masalah tersendiri. Salah satu
masalah yang sangat penting adalah bibit padi yang boleh ditanam adalah bibit
padi unggul yang disediakan pemerintah, sementara pemerintah melarang para
petani menanam bibit lokal yang semula banyak ditanam oleh petani.
Akibatnya adalah timbulnya kerentanan dalam tubuh sub-sektor pertanian pangan
kita.
Tidak seperti yang diharapkan, Perjanjian Pertanian ini justru
lebih banyak membuat keterpurukan dalam sektor pertanian di Indonesia. Kondisi
pertanian saat ini jauh dari menggembirakan dimana para petani tidak menikmati
kenaikan harga produk pertanian, utamanya beras (naik sekitar 33 persen) di
pasar dunia. Bahkan Indonesia menghadapi kelangkaan pasokan beras dalam negeri
sehingga masyarakat sulit mendapatkan beras dengan harga terjangkau. Seperti
negara lain, Indonesia mengalami transformasi dalam struktur ekonominya, yaitu
dari sektor pertanian ke sektor industri.Perekonomian di pedesaan mengalami
kelebihan penawaran tenaga kerja akibat tingginya pertumbuhan penduduk dan
karena perekonomian yang masih bersifat tradisional dan subsisten sehingga upah riil menjadi rendah. Dalam perjanjian
pertanian WTO, Indonesia memasukkan empat komoditas strategisnya yaitu beras,
jagung, gula dan kedelai, dimana keempat komoditas ini dikategorikan sebagai
komoditas substitusi impor.
Untuk
ekspor, Indonesia malah tidak memberikan subsidi bagi produk pertanian yang
diekspor karena anggaran pemerintah yang terbatas dan ketakberpihakan elit
pemerintahan terhadap petani Indonesia. Selain itu pengurangan domestic support
pertanian, menyebabkan pemerintah menetapkan kredit tani hanya diberikan sampai
2004 dan melakukan pengurangan subsidi pupuk secara bertahap. Kebijakan
penetapan tarif impor sampai 0 persen menyebabkan membanjirnya
produk pertanian impor dalam pasar dalam negeri yang menggeser produk lokal
yang kalah bersaing. Disamping itu, masuknya benih-benih transgenik yang dibawa
oleh perusahaan-perusahaan transnasional, seperti Monsanto, yang mengakibatkan
hilangnya benih-benih lokal Indonesia.
Tidak hanya
dari segi ekonomi, secara politis Perjanjian Pertanian juga banyak memberikan
kerugian bagi Indonesia. Indonesia yang dulunya dikenal sebagai negara
pengekspor terutama dalam bidang pertanian dan dipandang oleh negara-negara
lain kini berubah menjadi negara pengimpor. Padahal Indonesia sebagai negara
agraris dimana sebagai besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Selain itu
posisi Indonesia di dunia internasional semakin melemah sehubungan dengan makin
menurunnya perekonomian di Indonesia.
3.3
Pengujian
Hipotesis
Berdasarkan
hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya bahwa Indonesia meratifikasi Perjanjian Pertanian
pada dasarnya adalah agar tidak mengalami ketertinggalan dari negara anggota
WTO lainnya. Namun, dengan ditandatanganinya Perjanjian Pertanian ini, Indonesia
hampir tidak mengalami keuntungan. Indonesia lebih banyak mengalami kerugian
bahkan tidak lebih dari sebelum meratifikasi Perjanjian Pertanian.
3.4
Pembahasan
Hasil Pengujian
Sektor
pertanian sangat memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia sebagai
penyedia lapangan kerja dan sumber devisa (salah satu komoditi ekspor) sehingga
merupakan sumber pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan hal itu, perekonomian
dunia saat ini memasuki era sejarah baru dimana ekonomi dan budaya nasional
serta batas-batas geografis kenegaraan sudah kehilangan makna oleh sebuah
proses globalisasi yang berjalan cepat. Indonesia yang menganut perekonomian
terbuka juga sangat sulit untuk mengelak dari dinamika ekonomi internasional
yang semakin mengglobal ini. Terbentuknya World Trade Organization (WTO) yang
bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi melalui perdagangan
internasional yang adil dan saling menguntungkan. Namun, Liberalisasi
perdagangan di sektor pertanian tidak memberikan keuntungan yang seimbang bagi
negara berkembang seperti yang diperoleh negara maju, karena mengancam pasar
domestik, terutama kesejahteraan petani produsen di negara-negara berkembang.
Jika dilihat
kembali, sebenarnya dibalik semua kerugian-kerugian yang diterima, Indonesia
juga memiliki sejumlah keuntungan-keuntungan dibalik Perjanjian Pertanian
tersebut. Dengan adanya perjanjian tersebut, Indonesia dapat mengembangkan lagi
sektor pertaniannya melalui pertemuan-pertemuan misalnya dengan melakukan
semacam diskusi membahas mengenai peningkatan sektor pertanian dengan negara
yang lebih dahulu maju. Selain itu, melalui perjanjian ini Indonesia dapat
menambah partner dalam kerjasama pertanian. Meskipun hal ini sangat membutuhkan
perhatian pemerintah terutama terhadap petani-petani di Indonesia untuk
meningkatan kualitas hasil pertaniannya. Pemerintah Indonesia tidak
bisa memberikan subsidi yang besar kepada para petaninya, apalagi sampai
memberikan pembayaran langsung. Sehingga petani, produsen lokal,
hanya bergantung pada kebijakan tarif dan kebijakan yang memihak pada
kepentingan mereka. Karena subsidi yang diberikan, seperti subsidi pupuk dan
sarana produksi pertanian sangat terbatas.
BAB IV
KESIMPULAN DAN
SARAN
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan
paparan permasalahan diatas, dapat disimpulkan bahwa Agreement
on Agriculture (AoA) merupakan perjanjian pertanian yang merupakan
bagian dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang mulai berlaku sejak 1
Januari 1995. Indonesia sendiri meratifikasi perjanjian ini juga pada tahun yang sama. Dari
perjanjian tersebut, Indonesia dapat dikatakan mengalami cukup banyak kerugian.
Terbukti dengan menurunnya angka ekspor Indonesia dibandingkan peningkatan
dalam sektor impor. Padahal jika, dilihat sebelumnya, Indonesia merupakan salah
satu negara yang cukup dipandang sebagai salah negara pengekspor. Dengan
demikian, perekonomian Indonesia juga mengalami penurunan drastis. Tidak hanya
dari segi ekonomi, dari segi politik, kedudukan Indonesia di mata internasional
juga semakin lemah dan terancam. Posisi Indonesia sebagai negara pengimpor
membuat sebagian negara-negara berusaha untuk menguasai perdagangan di
Indonesia terlebih lagi dengan adanya liberalisasi perdagangan yang diterapkan
oleh WTO.
Namun demikian,
Indonesia juga tak selamanya merugi. Melalui perjanjian ini, Indonesia juga
memperoleh sejumlah keuntungan melalui sejumlah kerjasama-kerjasama yang
dihasilkan meskipun tidak sebanyak kerugian yang diderita oleh Indonesia.
4.2
Saran
Dalam
permasalahan ini, ada sejumlah saran yang perlu penulis kemukakan. Pertama,
pemerintah sebagai pengayom masyarakat dan juga sebagai wadah bagi masyarakat
seharusnya turut berpartisipasi dalam usaha peningkatan hasil pertanian di
Indonesia terutama dengan melakukan sosialiasi terhadap para petani di
Indonesia. Kedua, pemerintah seharusnya memberikan subsidi terutama yang
behubungan dengan peningkatan produksi pertanian. Selain itu juga, diperlukan
kerjasama antara pemerintah dengan semua pihak yang terkait demi terciptanya
peningkatan sektor pertanian Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Steans, Jill & Pettiford,
Llyold.2009. Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jemadu, Aleksius.2008.Politik Global
Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Perjanjian Pertanian dan Sanitari dan Fitosanitari
dalam WTO,< http://www.igj.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=393&Itemid=158> (diakses 28/06/2012)
Pengaruh Perdagangan Internasional Terhadap Pertanian Indonesia: Kasus
WTO, < http://ajiesaid.blogspot.com/2008/08/pengaruh-perdagangan-internasional.html> (diakses 28/06/2012)
Agreement
on Agriculture Dalam WTO, <http://ardhiandavid.wordpress.com/2009/04/29/agreement-on-agriculture-dalam-wto/> (diakses 28/06/2012)
Perkembangan Perjanjian Pertania WTO, <http://artikelhukum.blogspot.com/2008/06/perkembangan-perjanjian-pertanian-wto.html> (diakses 28/06/2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar