A. Latar Belakang
Setelah
berakhirnya Perang Dingin, kajian hubungan internasional tidak lagi hanya terpaku
dalam membahas mengenai hubungan antar negara saja tetapi juga telah berkembang
dan luas cakupannya. Sejumlah
subjek-subjek kajian baru seperti interdependensi ekonomi, hak azasi manusia,
perubahan transnasional, rezim internasional serta isu lingkungan hidup telah
menjadi objek kajian dalam hubungan internasional.[1]
Salah satu objek
kajian hubungan internasional yang akhir-akhir ini sedang banyak diperdebatkan
adalah mengenai permasalahan isu lingkungan hidup. Isu lingkungan hidup mulai
diangkat kedalam pembahasan hubungan internasional sekitar tahun 1970an, dimana
ketika itu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan sebuah konferensi
di Stockholm yang membahas mengenai lingkungan hidup. Berbagai kesepakatan
mengenai lingkungan disetujui melalui konferensi ini, salah satunya adalah
pendirian badan khusus PBB yang bertugas untuk mengawasi masalah lingkungan
hidup yakni UNEP (United Nation
Environment Programme).[2] Setelah adanya Konferensi
tersebut, dua puluh tahun kemudian diadakan
kembali sebuah konferensi tentang
lingkungan hidup di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 sebagai kelanjutan
dari Konferensi PBB mengenai perubahan iklim dunia di Montreal, Kanada pada
tahun 1990.[3]
Setelah Konferensi
PBB di Rio de Janeiro pada tahun 1992 tersebut, sejumlah konferensi-konferensi
mengenai isu lingkungan hidup banyak digelar, salah satunya melalui
Conference of the Parties to the UNFCCC (COP) ke-3 yang berlangsung tahun 1997 di Tokyo. Konferensi ini menghasilkan
sebuah protokol
yang merupakan perangkat pelaksana konvensi
yang dikenal sebagai Protokol Kyoto. Protokol Kyoto mengatur
kewajiban dan hak negara industri serta negara yang berada dalam transisi
ekonomi diberikan kewajiban untuk menurunkan emisi gas rumah kaca maupun menjaga emisi gas rumah kacanya dengan pembandingnya emisi
mereka di tahun 1990.[4]
Isu lingkungan
menjadi sedemikian penting karena beberapa tahun belakangan,
kerusakan-kerusakan ekologis yang ditimbulkan oleh emisi-emisi karbon melalui
kegiatan-kegiatan industrialisasi sejumlah negara menyebabkan tingginya angka
kenaikan suhu bumi atau yang biasa dikenal dengan pemanasan global. Hal ini
juga kemudian memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap terjadi perubahan
iklim. Perubahan iklim menjadi salah satu isu lingkungan hidup yang sedang cukup banyak mendapat sorotan dan menjadi
sebuah masalah global terpenting pada masa sekarang ini.
Ketakutan akan
isu perubahan iklim ini kemudian membuat Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang yang akhir-akhir ini menjadi perhatian utama dari dunia
internasional. Tingginya angka kerusakan hutan setiap tahunnya cukup
mengkhawatirkan negara-negara lain, terutama hutan Indonesia yang dapat
dikatakan telah menjadi salah satu paru-paru dunia. Kebakaran hutan yang marak
terjadi beberapa waktu belakangan tidak hanya meresahkan masyarakat Indonesia
namun juga dikeluhkan oleh negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
[5]
Sejak akhir
tahun 1960-an, eksploitasi hutan dan tingkat degradasi lingkungan dalam bentuk
deforestasi di Indonesia makin memprihatinkan. Menurut laporan internasional,
tingkat kerusakan Indonesia tiap tahun semakin menunjukan angka yang
mencengangkan. Bank Dunia mencatat bahwa dalam beberapa tahun
terakhir, hutan Indonesia tergerus
sebanyak 2 juta hektar per-tahunnya
akibat pembalakan liar dan pengubahan fungsi hutan yang terjadi tanpa adanya
sistem hukum dan manajemen yang baik. Tingkat kehilangan wilayah hutan ini
cukup drastis, yakni meningkat 100% dari tahun 1980-an yang kehilangan
satu juta hektar lahan per tahunnya.[6] Selain itu sejumlah laporan juga menyebutkan bahwa
sumber kerusakan hutan terbesar di Indonesia adalah akibat dari konversi lahan
oleh penduduk lokal. Namun kemudian pernyataan ini dibantah terutama oleh
kalangan organisasi non-pemerintah dimana kerusakan hutan Indonesia merupakan
akibat hasil eksploitasi yang diakibatkan oleh kegiatan industrialisasi.[7]
Menurut data
Departemen Kehutanan pada tahun 2010, hutan Indonesia merupakan kawasan hutan
tropis terbesar ketiga di dunia. Dengan demikian hutan Indonesia dapat
dikatakan mampu untuk menyalurkan kebutuhan oksigen dunia yang cukup besar dan
cukup berperan dalam mencegah terjadinya pemanasan global. Hutan tropis
Indonesia juga merupakan habitat sejumlah flora dan fauna langka dunia. Sejumlah
tumbuhan dan binatang dengan keanekaragaman jenis yang tinggi telah berkembang
lama dalam sejarah perkembangan hutan hujan tropis. Telah dijumpai sebanyak
28.000 jenis tumbuhan, 350.000 jenis binatang dan 10.000 mikroba yang hidup
secara alami di Indonesia.
Ketertarikan
penelitian terhadap peranan Indonesia dalam menghadapi isu perubahan iklim ini
didasarkan pada fakta bahwa Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang
dalam tahap memasuki proses modernisasi dan industrialisas, dimana kedua proses
tersebut bisa saja mengakibatkan pencemaran lingkungan jika tidak dikelola
dengan baik. Gencarnya investor-investor asing masuk ke Indonesia untuk
melakukan kegiatan-kegiatan industrialisasi tidak menutup kemungkinan akan
berpengaruh pada kondisi lingkungan Indonesia.
B.
Tinjauan Teoritis
Kesadaran
masyarakat Internasional untuk lebih memperhatikan lingkungan, telah membuat
sebuah gebrakan baru dalam hubungan internasional. Hal ini juga kemudian
mendorong sejumlah aktivis-aktivis untuk semakin gencar memberi peringatan
kepada seluruh negara-negara di dunia untuk mengkaji kembali dampak aktivitas
sehari-hari terutama kegiatan industrialisasi terhadap kerusakan lingkungan.
Pemikiran
terhadap kepedulian tehadap lingkungan ini kemudian melahirkan sebuah
pendekatan baru dalam hubungan internasional yang dikenal dengan Green Thought.
Pendekatan ini memfokuskan pada isu dan penyelesaian permasalahan isu mengenai
lingkungan hidup. Konsep Green Thought lebih banyak membahas mengenai hubungan
manusia dengan alam. Green thought menuntut adanya perubahan-perubahan radikal
terutama terhadap spesies non-manusia.[8]
Konferensi PBB mengenasi
Lingkungan Hidup di Stockholm merupakan sebuah langkah awal dalam menghubungkan
lingkungan hidup dengan kegiatan pembangunan diimana negara-negara merupakan
aktor utama yang perlu dilibatkan dalam kerjasama menyelesaikan permasalahan
yang menyangkut isu lingkungan hidup. Negara dilihat sebagai suatu yang terlalu
besar dan juga terlalu kecil untuk mengatasi secara efektif tantangan-tantangan
lingkungan hidup dan juga mengkoordinasikan tindakan internasional secara
efektif. [9]
Berdasarkan
konsep tersebut diatas jika dikaitkan dengan peranan Indonesia, maka bisa
dikatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu aktor yang berkewajiban untuk
mengkoordinasikan sejumlah tindakan-tindakan terutama dalam penyelesaian
masalah yang berhubungan dengan isu lingkungan. Dalam hal ini dapat dicontohkan
terhadap peranan Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim. Indonesia yang
dikategorikan sebagai negara berkembang dan sedang dalam tahap proses
industrialisasi besar-besaran menimbulkan kekhawatiran sejumlah negara-negara.
Untuk itu
kemudian Indonesia merasa perlu untuk berpartisipasi dalam menjaga lingkungan. Hal
ini dapat terlihat dari keaktifan Indonesia dalam memberi kontribusi nyata
dalam kerangka kerjasama perubahan iklim. Indonesia berhasil menjadi tuan rumah
dalam Konferensi
Perubahan Iklim ke-13 (COP-13 UNFCCC)
pada
tahun 2007 di Bali. Konferensi ini
kemudian menghasilkan sebuah kesepakatan yang tertuang dalam Bali
Action Plan dan Bali Roadmap. Konvensi
ini diadakan setelah sepuluh tahun penandatanganan Protokol Kyoto. Konvensi ini
dihadiri oleh delegasi dari 187 negara. Konvensi ini juga berhasil membuat
sejumlah negara yang belum meratifikasi Protokol Kyoto seperti Australia,
langsung memutuskan untuk meratifikasinya.[10]
Selain
penyelenggaraan Konferensi Perubahan Iklim, Indonesia melalui pidato presiden
Susilo Bambang Yudhono pada Conference of the Parties to the UNFCCC
(COP) ke-15 di Kopenhagen menegaskan Indonesia
siap mengurangi gas rumah kaca (GHG emission) sampai 26% dari business as usual
(BAU) scenario dan dapat ditingkatkan menjadi 41% dengan dukungan
internasional. Tidak hanya ditingkat
Internasional, di tingkat nasional Indonesia juga membentuk kebijakan yang
direalisasikan dengan dibentuknya Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) pada
tahun 2008 yang betugas untuk berkoordinasi dalam perumusan kebijakan dan
strategi nasional di bidang perubahan iklim yang salah satunya mengkoordinasikan
keikutsertaan Indonesia dalam perundingan-perundingan perubahan iklim internasional. Selain itu, Indonesia juga terlibat dalam sejumlah
kerjasama proyek perubahan iklim dalam kerangka clean development
mechanism (CDM) di bawah Protokol Kyoto.[11]
DAFTAR
PUSTAKA
Perwita , Anak Agung
Banyu dan Yanyan Mochamad Yani2006.Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,Bandung: Remaja Rosda
Karya
Sari, Ayu Gemilang.2009,.Save Our Planet, Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani
Steans, Jill dan
Lloyd Pettiford.2009. Hubungan Internasional:Perspektif dan Tema.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Jemadu, Aleksius,2008.Politik
Global dalam Teori dan Praktik.Yogyakarta: Graha Ilmu
Giovanny Agnes
Mahami,2012.”Hutan Indonesia, Nasibmu Kini”, diakses dari <http://ekonomi.kompasiana.com/> pada tanggal 21 Mei 2012
Perubahan
Iklim dikutip dari Climate Change Forum 2011, diakses dari
[1] Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyang Mochamad
Yani,2006.Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,Bandung: Remaja Rosda Karya
[2] Ayu Gemilang Sari,2009, Save Our Planet,
Yogyakarta: Pustaka Insan Madani
[3] ibid
[4] “Perubahan Iklim” dikutip dari Climate Change
Forum 2011, diakses dari < http://hi.fisip.unand.ac.id/climatechange/index.php/site-map> pada tanggal 21 Mei 2012
[5] Aleksius Jemadu,2008.Politik Global dalam Teori
dan Praktik.Yogyakarta: Graha Ilmu
[6] Giovanny Agnes Mahami,2012.”Hutan Indonesia,
Nasibmu Kini”, diakses dari <http://ekonomi.kompasiana.com/> pada tanggal 21 Mei 2012
[7] ibid
[8] Jill Steans dan Lloyd Pettiford,2009. Hubungan
Internasional:Perspektif dan Tema.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[9] ibid
[10] ibid
[11] “Perubahan Iklim” dikutip dari Climate Change
Forum 2011, diakses dari < http://hi.fisip.unand.ac.id/climatechange/index.php/site-map> pada tanggal 21 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar