Senin, 19 November 2012

BAGAIMANA PERANAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL ?


A.   Latar Belakang
Setelah berakhirnya Perang Dingin, kajian hubungan internasional tidak lagi hanya terpaku dalam membahas mengenai hubungan antar negara saja tetapi juga telah berkembang dan luas cakupannya.  Sejumlah subjek-subjek kajian baru seperti interdependensi ekonomi, hak azasi manusia, perubahan transnasional, rezim internasional serta isu lingkungan hidup telah menjadi objek kajian dalam hubungan internasional.[1]
Salah satu objek kajian hubungan internasional yang akhir-akhir ini sedang banyak diperdebatkan adalah mengenai permasalahan isu lingkungan hidup. Isu lingkungan hidup mulai diangkat kedalam pembahasan hubungan internasional sekitar tahun 1970an, dimana ketika itu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan sebuah konferensi di Stockholm yang membahas mengenai lingkungan hidup. Berbagai kesepakatan mengenai lingkungan disetujui melalui konferensi ini, salah satunya adalah pendirian badan khusus PBB yang bertugas untuk mengawasi masalah lingkungan hidup yakni UNEP (United Nation Environment Programme).[2] Setelah adanya Konferensi tersebut, dua puluh tahun  kemudian diadakan kembali sebuah  konferensi tentang lingkungan hidup di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 sebagai kelanjutan dari Konferensi PBB mengenai perubahan iklim dunia di Montreal, Kanada pada tahun 1990.[3]
Setelah Konferensi PBB di Rio de Janeiro pada tahun 1992 tersebut, sejumlah konferensi-konferensi mengenai isu lingkungan hidup banyak digelar, salah satunya melalui Conference of the Parties to the UNFCCC (COP) ke-3 yang berlangsung tahun 1997 di Tokyo. Konferensi ini menghasilkan sebuah protokol yang merupakan perangkat pelaksana konvensi yang dikenal sebagai Protokol Kyoto. Protokol Kyoto mengatur kewajiban dan hak negara industri serta negara yang berada dalam transisi ekonomi diberikan kewajiban untuk menurunkan emisi gas rumah kaca maupun menjaga emisi gas rumah kacanya dengan pembandingnya emisi mereka di tahun 1990.[4]
Isu lingkungan menjadi sedemikian penting karena beberapa tahun belakangan, kerusakan-kerusakan ekologis yang ditimbulkan oleh emisi-emisi karbon melalui kegiatan-kegiatan industrialisasi sejumlah negara menyebabkan tingginya angka kenaikan suhu bumi atau yang biasa dikenal dengan pemanasan global. Hal ini juga kemudian memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap terjadi perubahan iklim. Perubahan iklim menjadi salah satu isu lingkungan hidup yang sedang  cukup banyak mendapat sorotan dan menjadi sebuah masalah global terpenting pada masa sekarang ini.
Ketakutan akan isu perubahan iklim ini kemudian membuat Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang akhir-akhir ini menjadi perhatian utama dari dunia internasional. Tingginya angka kerusakan hutan setiap tahunnya cukup mengkhawatirkan negara-negara lain, terutama hutan Indonesia yang dapat dikatakan telah menjadi salah satu paru-paru dunia. Kebakaran hutan yang marak terjadi beberapa waktu belakangan tidak hanya meresahkan masyarakat Indonesia namun juga dikeluhkan oleh negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. [5]
Sejak akhir tahun 1960-an, eksploitasi hutan dan tingkat degradasi lingkungan dalam bentuk deforestasi di Indonesia makin memprihatinkan. Menurut laporan internasional, tingkat kerusakan Indonesia tiap tahun semakin menunjukan angka yang mencengangkan. Bank Dunia mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, hutan Indonesia tergerus sebanyak 2 juta hektar per-tahunnya akibat pembalakan liar dan pengubahan fungsi hutan yang terjadi tanpa adanya sistem hukum dan manajemen yang baik. Tingkat kehilangan wilayah hutan ini cukup drastis, yakni  meningkat 100% dari tahun 1980-an yang kehilangan satu juta hektar lahan per tahunnya.[6] Selain itu sejumlah laporan juga menyebutkan bahwa sumber kerusakan hutan terbesar di Indonesia adalah akibat dari konversi lahan oleh penduduk lokal. Namun kemudian pernyataan ini dibantah terutama oleh kalangan organisasi non-pemerintah dimana kerusakan hutan Indonesia merupakan akibat hasil eksploitasi yang diakibatkan oleh kegiatan industrialisasi.[7]
Menurut data Departemen Kehutanan pada tahun 2010, hutan Indonesia merupakan kawasan hutan tropis terbesar ketiga di dunia. Dengan demikian hutan Indonesia dapat dikatakan mampu untuk menyalurkan kebutuhan oksigen dunia yang cukup besar dan cukup berperan dalam mencegah terjadinya pemanasan global. Hutan tropis Indonesia juga merupakan habitat sejumlah flora dan fauna langka dunia. Sejumlah tumbuhan dan binatang dengan keanekaragaman jenis yang tinggi telah berkembang lama dalam sejarah perkembangan hutan hujan tropis. Telah dijumpai sebanyak 28.000 jenis tumbuhan, 350.000 jenis binatang dan 10.000 mikroba yang hidup secara alami di Indonesia.
Ketertarikan penelitian terhadap peranan Indonesia dalam menghadapi isu perubahan iklim ini didasarkan pada fakta bahwa Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang dalam tahap memasuki proses modernisasi dan industrialisas, dimana kedua proses tersebut bisa saja mengakibatkan pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Gencarnya investor-investor asing masuk ke Indonesia untuk melakukan kegiatan-kegiatan industrialisasi tidak menutup kemungkinan akan berpengaruh pada kondisi lingkungan Indonesia.
B.   Tinjauan Teoritis
Kesadaran masyarakat Internasional untuk lebih memperhatikan lingkungan, telah membuat sebuah gebrakan baru dalam hubungan internasional. Hal ini juga kemudian mendorong sejumlah aktivis-aktivis untuk semakin gencar memberi peringatan kepada seluruh negara-negara di dunia untuk mengkaji kembali dampak aktivitas sehari-hari terutama kegiatan industrialisasi terhadap kerusakan lingkungan.
Pemikiran terhadap kepedulian tehadap lingkungan ini kemudian melahirkan sebuah pendekatan baru dalam hubungan internasional yang dikenal dengan Green Thought. Pendekatan ini memfokuskan pada isu dan penyelesaian permasalahan isu mengenai lingkungan hidup. Konsep Green Thought lebih banyak membahas mengenai hubungan manusia dengan alam. Green thought menuntut adanya perubahan-perubahan radikal terutama terhadap spesies non-manusia.[8]
Konferensi PBB mengenasi Lingkungan Hidup di Stockholm merupakan sebuah langkah awal dalam menghubungkan lingkungan hidup dengan kegiatan pembangunan diimana negara-negara merupakan aktor utama yang perlu dilibatkan dalam kerjasama menyelesaikan permasalahan yang menyangkut isu lingkungan hidup. Negara dilihat sebagai suatu yang terlalu besar dan juga terlalu kecil untuk mengatasi secara efektif tantangan-tantangan lingkungan hidup dan juga mengkoordinasikan tindakan internasional secara efektif. [9]
Berdasarkan konsep tersebut diatas jika dikaitkan dengan peranan Indonesia, maka bisa dikatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu aktor yang berkewajiban untuk mengkoordinasikan sejumlah tindakan-tindakan terutama dalam penyelesaian masalah yang berhubungan dengan isu lingkungan. Dalam hal ini dapat dicontohkan terhadap peranan Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim. Indonesia yang dikategorikan sebagai negara berkembang dan sedang dalam tahap proses industrialisasi besar-besaran menimbulkan kekhawatiran sejumlah negara-negara.
Untuk itu kemudian Indonesia merasa perlu untuk berpartisipasi dalam menjaga lingkungan. Hal ini dapat terlihat dari keaktifan Indonesia dalam memberi kontribusi nyata dalam kerangka kerjasama perubahan iklim. Indonesia berhasil menjadi tuan rumah dalam Konferensi Perubahan Iklim ke-13 (COP-13 UNFCCC) pada tahun 2007 di Bali. Konferensi ini kemudian menghasilkan sebuah kesepakatan yang tertuang dalam Bali Action Plan dan Bali Roadmap.  Konvensi ini diadakan setelah sepuluh tahun penandatanganan Protokol Kyoto. Konvensi ini dihadiri oleh delegasi dari 187 negara. Konvensi ini juga berhasil membuat sejumlah negara yang belum meratifikasi Protokol Kyoto seperti Australia, langsung memutuskan untuk meratifikasinya.[10]

Selain penyelenggaraan Konferensi Perubahan Iklim, Indonesia melalui pidato presiden Susilo Bambang Yudhono pada Conference of the Parties to the UNFCCC (COP) ke-15 di Kopenhagen menegaskan Indonesia siap mengurangi gas rumah kaca (GHG emission) sampai 26% dari business as usual (BAU) scenario dan dapat ditingkatkan menjadi 41% dengan dukungan internasional. Tidak hanya ditingkat Internasional, di tingkat nasional Indonesia juga membentuk kebijakan yang direalisasikan dengan dibentuknya Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) pada tahun 2008 yang betugas untuk berkoordinasi dalam perumusan kebijakan dan strategi nasional di bidang perubahan iklim yang salah satunya mengkoordinasikan keikutsertaan Indonesia dalam perundingan-perundingan perubahan iklim internasional. Selain itu, Indonesia juga terlibat dalam sejumlah kerjasama proyek perubahan iklim dalam kerangka clean development mechanism (CDM) di bawah Protokol Kyoto.[11]

DAFTAR PUSTAKA
Perwita , Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani2006.Pengantar Ilmu    Hubungan Internasional,Bandung: Remaja Rosda Karya

Sari, Ayu Gemilang.2009,.Save Our Planet, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani

Steans, Jill dan Lloyd Pettiford.2009. Hubungan Internasional:Perspektif dan Tema.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Jemadu, Aleksius,2008.Politik Global dalam Teori dan Praktik.Yogyakarta: Graha Ilmu

Giovanny Agnes Mahami,2012.”Hutan Indonesia, Nasibmu Kini”, diakses dari <http://ekonomi.kompasiana.com/> pada tanggal 21 Mei 2012

Perubahan Iklim dikutip dari Climate Change Forum 2011, diakses dari





[1] Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyang Mochamad Yani,2006.Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,Bandung: Remaja Rosda Karya
[2] Ayu Gemilang Sari,2009, Save Our Planet, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani
[3] ibid
[4] “Perubahan Iklim” dikutip dari Climate Change Forum 2011, diakses dari < http://hi.fisip.unand.ac.id/climatechange/index.php/site-map> pada tanggal 21 Mei 2012
[5] Aleksius Jemadu,2008.Politik Global dalam Teori dan Praktik.Yogyakarta: Graha Ilmu
[6] Giovanny Agnes Mahami,2012.”Hutan Indonesia, Nasibmu Kini”, diakses dari <http://ekonomi.kompasiana.com/> pada tanggal 21 Mei 2012
[7] ibid
[8] Jill Steans dan Lloyd Pettiford,2009. Hubungan Internasional:Perspektif dan Tema.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[9] ibid
[10] ibid
[11] “Perubahan Iklim” dikutip dari Climate Change Forum 2011, diakses dari < http://hi.fisip.unand.ac.id/climatechange/index.php/site-map> pada tanggal 21 Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar