Selasa, 13 November 2012

RELIGI JEPANG MASA TOKUGAWA


Pendahuluan
     Religi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemerintahan Tokugawa. Pada masa itu sangat banyak keanekaragaman religi yang berkembang dan juga saling mempengaruhi serta berbaur satu sama lain.Misalnya, Konfusianisme dan Shinto banyak meminjam atau mengambil metafisika dan psikologi Budhisme, Budhisme dan dan Shinto telah meminjam etika Konfusius, serta Konfusius dan Budhisme telah sepenuhnya dijepangkan. Dapat dikatakan bahwa religi memberikan kerangka makna bagi nilai-nilai dasar dalam masyarakat Jepang. Namun, perkembangan religi di Jepang tidak sepenuhnya berjalan dengan lancar. Banyak terdapat pertentangan-pertentangan sebagai akibat dari pembauran-pembauran religi tersebut. Berikut akan dijelaskan mengenai perkembangan religi-religi tersebut pada masa Tokugawa.

Konsep Dasar Religi Jepang
     Ada dua konsep dasar religi Jepang mengenai Ketuhanan. Pertama, Tuhan sebagai suatu entitas lebih tinggi yang memelihara, memberikan perlindungan dan cinta. Tindakan-tindakan religius yang ditujukan kepada entitas-entitas ini bercirikan sikap hormat, syukur atas rahmat yang diterima dari mereka, dan usaha-usaha untuk membalas rahmat tersebut. Konsep kedua sedikit rumit, yang mana Tuhan merupakan dasar segala yang ada atau inti terdalam dari realitas. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada entitas-entitas ini adalah usaha para pengikut untuk mencapai kondisi menyatu dengan dasar dari segala yang ada dan hakikat realitas ini.
     Konsep berikutnya adalah konsep tentang alam. Konsep ini merangkum kedua aspek sikap terhadap Tuhan tersebut. Alam adalah kekuatan pemelihara yang penuh dengan kebajikan yang harus dihargai manusia dan alam merupakan perwujudan dari segala sumber kejadian. Alam tidaklah terpisah dari Tuhan maupun manusia namun menyatu di dalamnya. Manusia adalah penerima karunia tak terbatas dari Tuhan, alam dan para atasan dan akan tak berdaya tanpa semua karunia tersebut. Konsep-konsep tersebut merupakan inti dari religi-religi yang berkembang pada masa itu.

Perkembangan Religi Pada Masa Tokugawa          
     Ada tiga religi besar pada masa Tokugawa, yakni Shinto, Budha dan Konfusius. Perkembangan-perkembangan ketiga religi ini cenderung kearah rasionalisasi baik di tingkat filosofi maupun di tingkat etika yang pada masi itu dianggap masih primitive. Untuk mempermudah pemahaman, berikut akan dijelaskan secara singkat perkembangan masing-masing religi pada masa Tokugawa :
a.       Shintoisme.
      Shinto adalah salah satu nama yang digunakan untuk merangkum satu keberagaman fenomena. Pertama, siklus pertanian tahunan kaum tani pedesaan disebut Shinto, walaupun banyak elemen Budha dan Cina yang masuk ke dalam agama “rakyat” ini.  Kedua, tidak ada terdapat pendeta khusus atau kelompok pengikut yang terorganisasi. Walaupun demikian nilai-nilai dan aturannya berwujud pada tingkah laku ribuan orang Jepang. Dan ketiga, terdapat kuil-kuil yang bertanggung jawab untuk mengurus upacara-upacara dan doa-doa.

Di awal-awal kemunculannya, Shinto menitikberatkan pandangannya mengenai kesuburan. Oleh karena itu, upacara-upacara doa untuk keberhasilan panen dan syukuran setelah panen menempati posisi yang sangat penting. Upacara-upacara itu juga berfungsi untuk menangkal bahaya, bencana atau wabah dan untuk menyenangkan hati para roh sehingga tetap berdiam di tempat mereka. Hal ini tetap berlanjut hingga pada abad ke-13 mengalami rasionalisasi etika dan filosofi.

Shinto semakin menguat selama Era Tokugawa dan mengalami banyak pembaharuan-pembaharuan. Pembaharuan ini kemudian mulai berpengaruh pada pemerintahan Jepang ketika para Kaisar memerintah dalam kesederhanaan murni.

b.      Budhisme
 Budhisme pada masa-masa awal lebih berkaitan dengan jampi-jampi dan matera serta pemujaan kepada Bodhisatva tertentu yang dipuja secara khusus. Hal ini sebagian masih terbawa hingga ke zaman modern, tetapi paling tidak pada abad ke-12 dan 13 mengalami titik balik yang cenderung membawa Jepang untuk bebas dari aspek magi. Hal ini paling kuat ditunjukkan oleh adanya tiga sekte-sekte besar atau gabungan sekte-sekte yang muncul pada masa itu, yakni Zen, Nichiren dan Jodo atau sekte Tanah Murni.

Pada masa pemerintahan Tokugawa, semua orang Jepang diharuskan untuk menjadi anggota sekte Budha yang resmi sebagai bentuk untuk melawan agama Kristen yang mulai berkembang pesat. Hal ini melibatkan sejumlah besar pendeta Budha dalam struktur control social pemerintahan Tokugawa, dan menjadikan keanggotaan dalam suatu sekte sebagai masalah keyakinan religius. Kenyataan ini juga dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya kelesuan umum dan kemandegan yang dialami Budhisme pada masa Tokugawa.  Dapat dikatakan juga pada masa itu gerakan-gerakan religius penting tidak berasal dari kalangan Budha.

c.       Konfusianisme
Konfusianisme Jepang pada dasarnya adalah neo-Konfusianisme, walaupun merangkum bermacam aliran yang berbeda. Konfusianisme tersebut tidak mempunyai struktur campuran, tetapi secara structural serupa dengan aliran-aliran filsafat kuno yaitu, diturunkan dari guru kepada murid dan seringkali secara berkelanjutan  diteruskan dalam lembaga-lembaga pendidikan. Pengaruhnya yang terbesar dapat dilihat di kalangan mereka yang paling terpelajar di lingkungan samurai perkotaan. Selama berabad-abad kepercayaan ini telah  menembus masuk ke dalam  kesadaran dan adat istiadat serta kebiasaan rakyat Jepang. Etika Budha maupun sekte-sekte Shinto pada dasarnya berasal dari Konfusius dan sangat kuat dipengaruhi oleh metafisika neo-Konfusian. Hampir semua gerakan baru yang penting pada masa Tokugawa menunjukkan adanya pengaruh yang kuat dari Konfusianisme.

Kesimpulan
     Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada tiga religi utama yang berkembang pada masa Tokugawa, yakni Shinto, Budhisme dan Konfusius. Masing-masing religi ini, memiliki keterkaitan satu sama lain. Ketiganya juga saling berbaur sehingga terciptanya keanekaragaman. Pada masa Tokugawa, kepercayaan-kepercayaan tersebut tidak sepenuhnya murni karena  masing-masing agama meyebarkan dan mempengaruhi agama lain.

Sumber Referensi
Bellah,Robert.1992.Religi Tokugawa: Akar-Akar Budaya Jepang.Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar