Pendahuluan
Dalam sejarah pemerintahan Islam
dikenal beberapa konsep-konsep penting, diantaranya adalah Imamah dan Negara, ahl al-hall wa
al-aqd dan Wizarah. Ketiganya merupakan
konsep-konsep yang bertujuan agar manusia
dapat menjalankan kehidupannya dengan baik jauh dari sengketa dan dapat
mencegah intervensi dari pihak-pihak asing. Untuk mengetahui lebih jelas
mengenai konsep-konsep tersebut, berikut akan dibahas secara ringkas.
A. Imamah dan Negara
Penegakkan institusi imamah atau khilafah, menurut para fuqaha’ mempunyai
dua fungsi yaitu menegakkan agama Islam dan melaksanakan hukum-hukumnya serta
menjalankan politik kenegaraan dalam batas-batas yang digariskan Islam. Dalam pandangan Islam, antara fungsi religius
dan fungsi politik imam atau khalifah tidak dapat dipisah-pisahkan. Antara
keduanya terdapat hubungan timbal balik yang erat sekali. Agar kepemimpinan
Islam tersebut berlaku efektif dalam dunia Islam, maka umat Islam membutuhkan
pendirian negara untuk merealisasikan ajaran-ajaran Islam. Negara dibutuhkan
untuk merealisasikan wahyu-wahyu Allah, maka Islam memandang bahwa negara
hanyalah merupakan alat, bukan tujuan itu sendiri. Karena merupakan alat, para
ulama berbeda pendapat tentang landasan
berdirinya negara dalam Islam. Menurut Al Mawardi, pendirian negara ini
didasarkan pada ijma’ ulama adalah fardhu kifayah. Artinya menciptakan dan memelihara kemaslahatan adalah wajib, sedangkan alat untuk
terciptanya kemaslahatan tersebut adalah negara. Maka hukum mendirikan negara
tersebut adalah wajib (fardhu kifayah).
Sedangkan Ibn Taimiyah menolak ijma’ sebagai landasan kewajiban mendirikan
negara, ia melakukan pendekatan sosiologis dalam hal ini. Menurutnya
kesejahteraan dan kemaslahatan manusia tidak akan tercipta kecuali hanya dalam satu tatanan social
dimana setiap orang saling bergantung dengan yang lainnya. Oleh karena itu
dibutuhkan negara dan pemimpin yang mengatur kehidupan social tersebut.
Tujuan Negara
Secara umum tujuan didirikan negara adalah untuk memperoleh kebahagian di
dunia dan akhirat. Menurut Ibn Abi Rabi’
tujuan negara adalah agar manusia dapat menjalankan kehidupannya dengan baik
jauh dari sengketa dan dapat mencegah intervensi dari pihak-pihak asing.
Al-Mawardi menjelaskan bahwa tujuan pembentukan negara (imamah) adalah
mengganti kenabian dalam rangka memelihara agama dan mengatur dunia (al-imamah maudhu’ah lilkhilafah al-nubuwwah
fi hirasah al-din wa al-shiyasah aldunya). Sementara Ibn Khaldun merumuskan
tujuan negara adalah untuk mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang
bermuara pada kepentingan akhiratn.
Tugas Negara
Ada tiga tugas penting yang dimainkan negara dalam hal menciptakan
kemaslahatan bagi seluruh manusia, yaitu ;
1.
Tugas menciptakan
perundang-undangan yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
2.
Tugas untuk
melaksanakan undang-undang.
3.
Tugas untuk
mempertahankan hukum dan perundangan-undangan yang telah diciptakan lembaga legislative.
B. AHL AL-HALL WA
AL-‘AQD
Para ahli fiqh siyasah merumuskan pengertian ahl al-hall wa al-aqd sebagai orang yang memiliki kewenangan untuk
memutuskan dan menentukan sesuatu atas nama umat (warga negara). Dengan kata lain ahl al-hall wa al-aqd adalah lembaga perwakilan yang menampung dan
menyalurkan aspirasi atau suara masyarakat. Anggota ahl al-hall wa al-aqd ini terdiri dari orang berasal dari berbagai
kalangan dan berbagai profesi. Merekalah yang antara lain bertugas menetapkan
dan mengangkat kepala negara sebagai pemimpin pemerintahan. Pada awal
pemerintahan Islam, hal ini dikenal dengan ahl-asyura. Berangkat dari praktek
yang dilakukan al-Khulafa al-rasydun, para ulama fiqh siyasah merumuskan pandangan mereka mengenai empat
cara pemilihan yang berbeda-beda, dipilih oleh pemuka umat Islam untuk menjadi
kepala negara. Selanjutnya pemilihan ini diikuti oleh sumpah setia (bay’ah)
umat Islam secara umum terhadap khilafah tersebut.
Menurut al-Mawardi ada beberapa syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh ahl al-hall wa al-aqd yaitu : adil,
mengetahui dengan baik kandidat kepala negara yang akan dipilih dan mempunyai
kebijakan serta wawasan yang luas sehingga tidak salah dalam memilihi kepala
negara.
Proses pemilihan kepala negara diawali dengan meneliti persyaratan
kandidat. Lalu kandidat yang dianggap paling memenuhi kualifikasi untuk menjadi
kepala negara diminta kesediannya tanpa
terpaksa. Bila ia bersedia menjadi kepala negara maka dimulailah kontrak sosial
antara kepala negara dan rakyat yang diwakili oleh ahl al-hall wa al-aqd. Selanjutnya barulah rakyat secara umum
menyatakan kesetiaan mereka kepada kepala negara.
Dalam sejarah Islam, pembentukan lembaga ahl al-hall wa al-aqd pertama kali dilakukan oleh pemerintahan Bani
Umaiyah di Spanyol. Khalifah al-HakamII membentuk majelis syura yang
beranggotakan pembesar-pembesar negara dan sebagian lagi pemuka masyarakat. Kedudukan
majelis al-syura ini setingkat dengan pemerintah. Khalifah sendiri bertindak
langsung menjadi ketua lembaga tersebut. Majelis inilah yang melakukan
musyawarah dalam masalah hukum dan membantu khalifah dalam melaksanakan
pemerintah negara.
C.
Wizarah
Kata “wizarah” diambil dari kata al-wazr, yang berarti berat. Hal ini dikarenakan
seorang wazir memiliki tugas yang berat. Kepadanyalah dilimpahkan
sebagian-sebagian kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintahan dan pelaksanaannya. Wazir
adalah nama suatu kementerian dalam sebuah negara atau kerajaan, karena pejabat yang mengepalainya
berwenang memutuskan suatu kebijaksanaan public demi kepentingan rakyat, negara
atau kerajaan yang bersangkutan.
Sementara al-Mawardi merinci tiga pendapat tentang asal-usul kata wizarah
ini. Pertama, wizarah berasal dari kata al-wizar yang berarti beban karena
wazir memikul tugas yang dibebankan oleh kepala negara kepadanya. Kedua,
wizarah diambil dari kata al-wazar yang berarti al-malja (tempat kembali)
karena kepala negara membutuhkan pemikiran dan pendapat wazirnya sebagai tempat
kembali untuk menentukan dan memutuskan suatu kebijakan negara. Dan yang
ketiga, wizarah juga berasal dari al-azr yang berarti punggung karena fungsi
dan tugas wazir adalah sebagai tulang punggung bagi pelaksanaan kekuasaan kepala negara, sebagaimana halnya
badan menjadi kuat tegak berdiri karena ditopang punggung.
Dapat ditarik pemahaman bahwa wazir merupakan pembantu kepala negara (raja
atau khalifah) dalam menjalankan tugas-tugasnya. Sebab, pada dasarnya, kepala
negara sendiri tidak mampu menangani seluruh permasalah politik dan pemerintahan tanpa bantuan orang-orang
terpecaya dan ahli dibidangnya. Karenanya kepala negara membutuhkan bantuan
tenaga dan pikiran wazir sehingga sebagian-sebagian persoalan-persoalan
kenegaraan yang berat tersebut dapat dilimpahkan kewenangannya kepada wazir. Dengan
kata lain wazir merupakan tangan kanan kepala negara dalam mengurus
pemerintahan.
Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada tiga konsep penting dalam sejarah
pemerintahan Islam, yaitu imamah dan negara, ahl al-hall wa al-aqd dan wizarah.
Imamah dan negara dibutuhkan untuk merealisasikan ajaran-ajaran agama Islam. Ahl al-hall wa al-aqd merupakan lembaga yang berusaha untuk menyalurkan
aspirasi rakyat sama halnya seperti DPR pada masa sekarang. Dan yang terakhir
Wizarah adalah lembaga atau orang yang diberi kewenangan untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan yang telah dibuat sebelumnya.
Daftar Pustaka
Iqbal,
Muhammad.2001.Fiqih
Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam.Jakarta:
Gaya Media Persada.
Pulungan,
Suyuti.1997.Fiqih Siyasah:
Ajaran, Sejarah dan Pemikiran.Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar