Selasa, 13 November 2012

KEBANGKITAN PERDAGANGAN BEBAS DI EROPA BARAT


  OLEH: CHARLES P. KINDLEBERGER

Charles P. Kindleberger merupakan seorang sejarawan ekonomi terkemuka yang terkenal dengan tesisnya mengenai naiknya perdagangan bebas di Eropa. Kindleberger berpendapat bahwa dalam beberapa kasus, perdagangan bebas muncul sebagai suatu pengusaha individual yang menekan pemerintah mereka untuk melakukan pembatasan terhadap perdagangan dan keuangan internasional sehingga mereka dapat dengan mudah mengejar peluang bisnis di luar negeri. Kindleberger menunjukan bahwa aktivitas politik yang dilakukan oleh para pengusaha tidak dapat menjelaskan percepatan petumbuhan perdagangan bebas di Eropa setelah tahun 1850. Dia juga berpendapat bahwa “gelombang kedua” perdagangan bebas mungkin telah didorong oleh ideologi, bukan oleh kepentingan ekonomi dan politik.
Pada dasarnya perdagangan bebas dimulai pada abad ke-18. Teori Physiocratic Perancis dikumandangkan dengan slogan laisser faire, laisser passer, untuk mengurangi larangan ekspor pada produk pertanian. Sebagai contohnya dapat dilihat pada Tuscany dimana diperbolehkan untuk melakukan ekspor jagung secara bebas dari Sienese Maremma pada tahun 1737 setelah Grand Duke Francis membaca Wacana Ekonomi Sallustio Bandini. Sejak dilanda bencana kelaparan pada tahun 1764, Tuscany secara perlahan-lahan membuka pasar untuk impor gandum sebelum diadakannya Perjanjian Vergennes pada tahun 1786 antara Perancis dan Inggris  yang meletakan doktrin Physiocratic Perancis ke dalam pelaksanaannya. 

Kebijakan mengenai pasokan tersebut tidak hanya terbatas pada makanan. Pada abad ke-18 dan awal abad ke-19 ekspor dibatasi antara lain pada: wol dan batubara (Inggris), abu, kain, pasir untuk kaca dan kayu bakar (Jerman), kapal kayu (Austria), rose madder (Belanda) dan sutera kokon (Italia). Revolusi industri yang terjadi di Inggris menyebabkan adanya larangan ekspor mesin dan juga larangan emigrasi pengrajin untuk meningkatkan pasokan untuk penggunaan lokal serta mencegah difusi teknologi di Kontinen. Penghapusan pajak ekspor dan larangan-larangan pada abad ke-19 di Eropa menimbulkan berbagai macam keraguan mengenai validitas universal dari teori tarif sebagai barang kolektif. Kepentingan kelompok produksi biasanya lebih berpengaruh kepada industri-industri lain daripada industri yang berperan sebagai konsumen.

Ada beberapa kelompok pembagian tugas dalam ekspor yang dibutuhkan oleh produsen dalam negeri untuk kepentingan perdagangan yang ditetapkan di Belanda, diantaranya: First Hand atau tangan pertama yang terdiri dari pedagang, pemilik kapal dan bankir; Second Hand yang melakukan penyortiran dan pengepakan dan juga pengrosiran di kawasan Kontinent; dan yang terakhir yaitu Third Hand, yang berkaitan dengan distribusi di daerah pedalaman. Perdagangan pokok di Belanda sebagian didasarkan pada kemampuan pedagang dan sebagian lagi didasarkan pada daerah-daerah penting seperti Amsterdam, Rotterdam, dan kota-kota utama lainnya yang dikhususkan untuk perdagangan komoditas tertentu. Fisrt Hand atau tangan pertama biasanya mendominasi kehidupan sosial dan politik Belanda dan menentang semua tarif pada semua barang-barang ekspor dan impor diatas minimum pendapatan, dalam rangka memaksimalkan perdagangan dan meminimalkan formalitas.

Di Inggris, gerakan menuju pasar bebas terjadi pada abad ke-19, tidak lama setelah Perang Napoleon. Pada awalnya terdapat terdapat permasalahan terutama bagi kelompok Wedgewood yang mendukung perdagangan bebas untuk ekspor manufaktur di bawah Perjanjian Vergennes dengan Perancis, namun mendapat larangan untuk mengekspor mesin dan emigrasi pengrajin. Ada tiga argumen utama tentang pembatasan larangan ekspor dan emigrasi pengrajin menurut Huskisson: mereka tidak efektif, tidak memiliki kemampuan dan berbahaya. Ketidakefektifan ini dibuktikan oleh terlalu banyak hal detail dalam laporan Komite Pilihan (Select Commitee) pada efisiensi penyelundupan. Selain itu, ketidakmpuan juga menjadi salah satu faktor pembatasan larangan emigrasi pengrajin. Hal ini dapat dilihat pada ketidakmampuan orang-orang asing untuk memahami mesin Bahasa Inggris dan juga berkomunikasi dengan pekerja-pekerja Inggris lainnya, yang berguna untuk bersaing dengan produsen Inggris. Faktor yang ketiga yakni berbahaya, dimana pembatasan atas emigrasi pengrajin gagal untuk mencegah keberangkatan mereka, tetapi gagal menghambat kepulangan mereka. 

Berdasarkan model dua sektor, perdagangan bebas muncul ketika faktor yang berlebih memperoleh kekuasaan politik dan bergerak untuk menghilangkan pembatasan-pembatasan yang dikenakan untuk kepentingan faktor langka yang telah kehilangan kekuasaan. Johnson berpendapat bahwa perdagangan bebas yang diadopsi oleh banyak negara dengan persaingan yang sedang berkembang berbeda dengan penjelasan perdagangan bebas imperialis yang menyatakan bahwa perdagangan bebas diadopsi sebagai sebuah usaha untuk memperoleh keuntungan asing dalam dalam perindustrian ketika persaingan mulai berkurang. Para pemikir terdahulu mungkin sependapat dengan penjelasan Adam Smith tentang perdagangan bebas tujuh puluh tahun sebelumnya yang lebih didominasi oleh pemikiran Physiocratic Prancis atau ditetapkan pada tahun 1820-an ketika produksi Inggris masih berkembang sebelum benua itu mengejar ketertinggalannya. Sebaliknya, perdagangan bebas imperialisme adalah sebuah penjelasan yang lebih baik untuk tahun 1930-an bila dibandingkan dengan tahun 1840, dimana pada tahun 1846 sudah terlambat untuk menghentikan memperlambat atau menghentikan kemajuan industri di benua tersebut.

Kepentingan pribadi dalam persaingan untuk memperoleh penyewaan dalam perwakilan demokrasi, mendesak para produsen untuk berusaha memperluas pasar atau menggoyahkan para inovator, sebagai sebuah pilihan terakhir untuk memaksa adanya ekspor di tengah penyusutan pasar – agak mirip dengan tahap investasi asing langsung  di siklus produk Vernon ketika difusi teknologi telah dicapai. Namun, tidak satupun dari penjelasan ini menyelesaikan kesulitan bila dibandingkan dengan penjelasan yang lebih ideologis berdasarkan keberhasilan kaum intelektual ekonomi politik dimana doktrin mereka telah dimodifikasi untuk membaurkan konsistensi. Argumen-argumen tersebut memiliki banyak bentuk, diantaranya: statis, dinamis, yang secara implisit berhubungan antara kejadian yang satu dengan kejadian lainnya, secara langsung maupun tidak langsung menggunakan Hukum Hime. Hukum Hime menyebutkan bahwa impor yang meningkat akan meningkatkan harga atau kuantitas (atau keduanya) dan  pengurangan upah atau di sisi lain bisa juga memperoleh pemasukan yang lebih tinggi dari harga pangan yang lebih rendah.

Lain halnya dengan di Perancis, setelah tahun 1815, Perancis merupakan sebuah negara dengan tarif bea-cukai tertinggi yang membenarkan model Pincus sebagai sebuah perwujudan demokrasi dengan tarif, untuk berbagai macam kepentingan, kecuali: (a) tarif untuk semuanya, dan (b) bukan sebuah demokrasi. Dontrin Physiocratic tentang ekspor hasil pertanian laisser-faire telah didiskreditkan dalam bentuk bencana timbal-balik yang disebabkan oleh impor sampai tahun 1789 dibawah Piagam Vergennes. Selanjutnya sistem Kontinental  menetapkan proteksi terhadap industri rumah tangga, yang berlanjut hingga tahun 1816, dan dielaborasi pada tahun 1820 dan tahun 1822. Menurut prinsip-prinsip Tagot, seharusnya ada kebebasan dalam perdagangan gandum di Perancis, namun tidak ada impor kecuali pada saat kekeringan yang menambahkan dua hal lagi: perlindungan terhadap konsumen dengan mengatur hak eskpor gandum yang hal ini berarti kembali kepada doktrin Physiocratic, dan melindungi hak-hak konsumen dengan adanya pajak impor. 

Dalam memperkenalkan pajak industri tahun 1822, Saint Cricq membela larangan dan menyerang pandangan yang menyatakan bahwa pemerintah akan melindungi segala aspek baik pertanian, industri, periklanan lokal, produksi kolonial, navigasi, periklanan asing baik di darat maupun laut. Namun hal ini tidak berlangsung lama, yang disebabkan oleh tekanan terhadap kewajiban yang lebih rendah yang ditujukan oleh mereka. Banyaknya keluhan dari industri-industri terhadap pembebanan pajak terutama pada pembelian bahan baku besi juga menjadi salah satu gagalnya sistem pajak industri. Pergerakan perdagangan bebas di Perancis mendapat dukungan dari di Bordeux, daerah pengekspor anggur; Lylon, yang tertarik pada sutera; dan Paris, produsen yang terkenal sebagai pusat penjualan di artikel-artikel luar negeri ( gudang kabinet, parfume, perhiasan imitasi, mainan, dll).
Gerakan Perancis untuk perdagangan bebas dititikberatkan terhadap pemisahan kepentingan, dengan tidak adanya ekspor yang kuat, dengan campuran dari teori ekonomi dari jenis yang dipaksakan dari atas. Motivasi itu sebagian berasal dari aspek ekonomi dan sebagian lagi berasal dari aspek lain terutama politik. Selain itu, adanya sebuah efek bandwagon atau efek ikut-ikutan dalam penyebaran perdagangan bebas.

Selanjutnya adalah pembahasan mengenai Prussia, dimana telah disebutkan sebelumnya bahwa tarif Prusia tahun 1818 merupakan tarif terendah yang ada di Eropa. Jacob pada tahun 1819 mencatat bahwa “sistem pemerintahan Prussia selalu melakukan manufaktur di rumah setiap segala sesuatu yang dikonsumsi dalam kerajaan, semuanya dilakukan secara teliti tanpa ada yang hilang sedikitpun”. Baden, salah satu kota di Jerman, yang tergabung dalam Zollverein yang diadopsi dari tarif Perussia, yakin bahwa dirinya akan bisa meningkatkan tarifnya ketika bergabung. 

Tarif Prussia didominasi oleh Zollverein, yang diorganisir dari tahun 1828 hingga 1833, terutama karena Prussia mengambil pandangan yang sangat liberal terhadap pendapatan tarif. Sebagian besar barang melalui laut memasuki Jerman melalui Prussia, secara langsung atau melewati Belanda, tetapi isi dari perjanjian Zollverein pada tahun 1833 memiliki ketentuan bahwa pendapatan dari bea masuk atau pajak setelah pengurangan beban akan dibagi antara negara-negara yang terikat kontrak berdasarkan populasi. Sehingga Prussia menerima 55%, Bavaria 17%, Saxony 6,36%, Wurrtemberg 5,5% dan seterusnya. Diperkirakan pada tahun 1848 Prussia telah mengorbankan sekitar dua juta talers setahun, khususnya rugi fiskal berkelanjutan akibat penyelundupan di sepanjang sungai rhein dan danau constance. Diluar Prussia ditambah Hamburg dan Frankfurt, dan negara penghasil gandum lainnya seperti Mecklenburg, Pomerania dll, ada kepentingan terhadap tarif yang lebih tinggi namun berada diluar Rhineland, dan tidak terorganisir. Von Delbruck berkomentar bahwa Prussia dan Pomerania memiliki kepentingan perdagangan bebas dan kepentingan pengiriman yang di selenggarakan oleh Kamar Dagang di bawah pengawasan Perancis, dimana terdapat para birokrat, atau organ-organ lain yang mengerti mengenai perdagangan dan industri.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa  perdagangan bebas di Eropa yang terjadi sejak tahun 1820-1870 memiliki banyak perbedaan kasus, semenjak diberlakukannya harga tunggal tungga di beberapa negara untuk merangsang jatuhnya harga gandum setelah tahun 1879. Inggris melikuidasi pertaniannya; Perancis dan Jerman melakukan pemaksaan tarif, hal ini disebabkan oleh perbedaan alasan politik dan sosial; Italia melakukan emigrasi (dalam pelanggaran asumsi ekonomi klasik); dan Denmark bertransformasi dari pengekspor gandum menjadi pengimpor gandum dan juga barang-barang harian, bekon dan telur. Hal yang sama juga terjadi dinegara lain, hanya yang membedakannya adalah respon masing-masing negara terhadap permasalahan tersebut. Perdagangan bebas merupakan salah satu respon utama terhadap kehancuran sistem manor dan sistem serikat. Hal ini terutama berlaku pada penghapusan pembatasan dan juga pajak ekspor, yang terbatas pada kebebasan produsen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar